
Jakarta, TeropongJakarta.com – Bagi Ira (48), berlari telah melampaui sekadar aktivitas fisik. Perempuan berdomisili di Jakarta ini menjadikan lari sebagai filosofi hidup cara ia mewariskan nilai kesehatan dan ketangguhan mental kepada anak-anaknya.
Meski keluarga di Makassar dan harus bolak balik bekerja di Jakarta, Ira tetap konsisten menjalani rutinitas lari yang dimulai sejak 2018, Ira konsisten menjalani rutinitas lari sejak lima tahun terakhir. “Lari mengajarkan saya mengenal batasan diri: seberapa cepat, seberapa jauh, dan seberapa sabar saya bisa bertahan,” ujarnya.
Awalnya, motivasinya sederhana: menjaga kesehatan. Namun seiring waktu, lari berubah menjadi ruang refleksi. “Ini menjadi ‘me time’ paling jujur. Di tengah kesibukan sebagai ibu dan pekerja, di situlah saya bisa mendengar suara hati paling jelas,” tutur Ira.

Bagi Ira, lari adalah pendidikan nonverbal untuk anak-anaknya. “Mereka lebih banyak belajar dari apa yang dilihat daripada nasihat. Ketika menyaksikan ibunya disiplin lari meski hujan atau lelah, itu pelajaran nyata tentang komitmen,” jelasnya.
“Kalau bukan karena suami dan keluarga yang selalu siap jagain anak saat ikut race terutama luar kota, mungkin saya cuma bisa lari di treadmill atau dikompleks,” canda Ira. Dukungan mereka adalah energy gel terbaik yang tak bisa dibeli di mana pun!.
Tantangan terberat justru datang dari dalam diri. “Rasa malas itu musuh abadi. Sering muncul pertanyaan ‘untuk apa semua ini?’,” akunya. Untuk mengatasinya, Ira menerapkan trik psikologis: memulai dengan janji kecil.
“Saya bilang ke diri sendiri: cukup 10 menit saja. Biasanya setelah mulai, tubuh justru meminta terus,” katanya sambil tertawa. Pendekatan ini membuatnya konsisten berlatih tanpa terbebani target sempurna.

Pencapaian Ira cukup impresif. Dalam beberapa tahun terakhir, ia telah menaklukkan berbagai lomba lari, mulai dari half marathon hingga ultra marathon. Tahun ini, targetnya adalah menyelesaikan full marathon di luar negeri.
“Saya bukan pelari profesional. Target saya sederhana: terus membaik dari diri sendiri kemarin,” ujar Ira. Ia menggunakan aplikasi pelacak lari, tapi tak terobsesi pada angka. “Setiap kilometer adalah hadiah, bukan hukuman,” tambahnya.
Bagi pemula yang ingin mulai berlari, Ira menyarankan pendekatan bertahap. “Jangan pikirkan kecepatan atau jarak. Fokus pada konsistensi. Ubah rute jika bosan, ajak teman jika butuh motivasi,” sarannya.

Yang terpenting, menurut Ira, adalah memandang lari sebagai perjalanan personal. “Ini bukan kompetisi dengan orang lain, tapi dialog dengan diri sendiri. Setiap rasa sakit dan lelah adalah guru,” tegasnya.
Ira percaya, kebiasaan sehat adalah warisan terbaik untuk generasi berikutnya. “Dengan memberi contoh, saya berharap anak-anak tumbuh dengan pemahaman bahwa merawat tubuh adalah bentuk cinta diri,” pungkasnya.
Kini, Ira terus membuktikan bahwa batasan manusia seringkali hanya ada dalam pikiran. “Tubuh kita sebenarnya jauh lebih kuat dari yang kita duga. Kita hanya perlu berani mengambil langkah pertama,” tutupnya penuh keyakinan.