
Ngawi, TeropongJakarta.com – Dalam sebuah wawancara telepon yang hangat dan penuh emosi, kami berkesempatan untuk berbincang dengan Apriliana, seorang penulis perempuan yang baru saja menerbitkan buku keduanya berjudul “Gadis Berkabung Senyap”. Buku ini terinspirasi dari kisah nyata masa kecilnya yang penuh liku, di mana ia tumbuh di lingkungan yang tidak mudah, sebagai anak penjual gorengan. Saat ini, Apriliana menempuh pendidikan di luar negeri, tepatnya di Hong Kong, dan bertekad untuk bangkit dari keterpurukan melalui tulisan.
Apriliana memulai cerita tentang masa kecilnya yang penuh tantangan. “Saya dibesarkan di lingkungan yang sederhana. Ayah saya seorang penjual gorengan, dan kami seringkali harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, di balik semua itu, saya menemukan kekuatan dalam menulis. Menulis adalah cara saya untuk meluapkan perasaan dan mengatasi kesedihan,” ujarnya dengan suara yang penuh semangat.
Buku “Gadis Berkabung Senyap” adalah cerminan dari perjalanan hidupnya. “Buku ini bukan hanya tentang saya, tetapi juga tentang teman-teman saya yang pernah mengalami pelecehan. Saya ingin mengangkat suara mereka yang terpinggirkan, terutama mereka yang pernah menjadi korban pelecehan, termasuk pengalaman saya sendiri saat menjadi pendaki,” tambahnya.
Apriliana tidak segan untuk berbagi tentang pengalaman pahit yang pernah dialaminya. “Saya pernah menjadi korban pelecehan saat mendaki gunung. Pengalaman itu sangat menyakitkan dan membuat saya merasa terpuruk. Namun, saya berusaha untuk bangkit. Saya percaya bahwa setiap luka bisa menjadi kekuatan jika kita mau mengubahnya menjadi sesuatu yang positif,” jelasnya.
Melalui tulisannya, Apriliana berharap dapat memberikan inspirasi kepada banyak orang. “Saya ingin menunjukkan bahwa meskipun kita mengalami hal-hal buruk, kita masih bisa bangkit dan menemukan jalan kita sendiri. Menulis adalah cara saya untuk menyembuhkan diri dan berbagi harapan dengan orang lain,” katanya.
Saat ini, Apriliana sedang menempuh pendidikan di Hong Kong. “Saya merasa beruntung bisa belajar di luar negeri. Ini adalah kesempatan untuk memperluas wawasan dan menggali lebih dalam tentang sastra. Saya ingin menulis lebih banyak lagi, dan mungkin suatu saat bisa menerbitkan karya-karya yang lebih besar,” ungkapnya dengan penuh harapan.
“Saya sengaja memilih Hong Kong karena ingin mempelajari trauma melalui lensa sastra Timur,” jelasnya. Di sela kuliah, ia aktif di Hong Kong Women Writers’ Circle, sebuah forum yang mendukung korban kekerasan.
Meskipun jauh dari rumah, Apriliana tetap terhubung dengan akar budayanya. “Saya selalu membawa cerita-cerita dari kampung halaman saya ke dalam tulisan saya. Saya ingin agar orang-orang di luar sana tahu bahwa meskipun saya berada di tempat yang jauh, saya tetap mencintai tanah air saya,” tambahnya.
Di akhir wawancara, Apriliana menyampaikan pesan yang menyentuh hati. “Saya berharap kisah saya bisa menjadi inspirasi bagi mereka yang sedang berjuang. Jangan pernah menyerah, karena setiap orang memiliki kekuatan untuk bangkit dari keterpurukan. Melalui tulisan, kita bisa menyuarakan kebenaran dan memberikan harapan bagi orang lain,” tutupnya dengan penuh keyakinan.
Apriliana juga menyisipkan surat-surat anonym dari korban pelecehan dalam bukunya. “Saya ingin mereka tahu: kalian tidak sendiri. Luka boleh membekas, tapi tidak perlu menjadi rantai,” tegasnya lagi.
la juga mengkritik budaya victim-blaming di Indonesia: “Banyak korban justru disalahkan karena dianggap ‘provokatif’. Ini harus diubah.”
Ke depan, Apriliana berencana mendirikan perpustakaan keliling di desa-desa sekitar Ngawi. “Saya ingin anak-anak seperti saya dulu punya akses ke buku tanpa harus menunggu jadi kaya dulu,” ujarnya.
Apriliana adalah contoh nyata dari seseorang yang mampu mengubah pengalaman pahit menjadi kekuatan. Dengan buku “Gadis Berkabung Senyap”, ia tidak hanya menceritakan kisah hidupnya, tetapi juga mengajak pembaca untuk merenungkan pentingnya keberanian dan harapan dalam menghadapi tantangan hidup. Semoga kisahnya dapat menginspirasi banyak orang untuk terus berjuang dan tidak pernah kehilangan harapan.