Perjuangan Alifah: Dari Trauma di Hong Kong hingga Membangun Rumah di Ponorogo

Ponorogo, TeropongJakarta.com – Alifah, seorang perempuan asli Ponorogo, kembali bekerja di Hong Kong setelah pengalaman pertama yang kurang menyenangkan pada tahun 2012. “Ini adalah kali kedua saya bekerja di Hong Kong. Sebelumnya, saya pernah bekerja di sini selama satu kontrak, tetapi karena majikan yang tidak baik, saya memutuskan pulang ke Indonesia pada tahun 2014,” kenangnya.

Pada tahun 2015, Alifah menikah dengan Muson. “Setelah tiga bulan menikah, kami membuka usaha jual beli padi di rumah. Alhamdulillah, pernikahan kami dikaruniai dua buah hati, Fathan yang lahir awal tahun 2017 dan Abil yang lahir akhir tahun 2018,” kata Alifah. Namun, karena kondisi ekonomi yang sulit, dia memutuskan untuk kembali ke Hong Kong pada 2 Januari 2020, meninggalkan suami dan anak-anak yang masih kecil.

“Sebenarnya saya trauma bekerja di Hong Kong karena perlakuan majikan yang sebelumnya kurang baik dan anak kedua saya masih berumur 1 tahun,” cerita Alifah. “Namun, memikirkan hutang yang mencapai ratusan juta rupiah, saya nekat berangkat lagi.”

Sebelum berangkat, Alifah berbicara dengan suaminya, “Seandainya majikan kurang baik seperti dulu, maka saya akan pulang lebih awal.” Suaminya menjawab, “Iya, tidak apa-apa, asal tidak menambah hutang.” Alifah menjelaskan bahwa bekerja di Hong Kong biasanya ada potongan gaji selama enam bulan, jadi suaminya berharap Alifah bisa menyelesaikan potongan gaji terlebih dahulu sebelum pulang.

“Alhamdulillah, Allah memberikan majikan yang baik pada saya kali ini. Saya bekerja menjaga dua orang anak,” ungkap Alifah. “Selama awal bekerja, saya jarang libur dan berhemat demi segera melunasi hutang. Alhamdulillah, suami juga bisa diajak bekerja sama, kami sama-sama berjuang.”

Pada November 2021, majikan Alifah pindah ke Australia, sehingga Alifah pindah bekerja dengan orang tua majikan. “Alhamdulillah mereka juga baik sekali, jadi saya masih lanjut sampai sekarang,” tambahnya.

Sekarang, Alifah sudah berhasil melunasi hutangnya. “Alhamdulillah, sekarang hutang sudah lunas, kami sudah bisa beli tanah dan bangun rumah,” katanya dengan penuh syukur.

“Saat tahun 2012, saya merasa sangat tertekan. Saya hanya libur pada hari biasa, majikan tidak baik, pekerjaan tidak ada habisnya, tidur tengah malam, mencuci tiga mobil setiap hari, pernah dipukul, kadang disuruh bekerja di rumah anaknya, handphone disita, dan masih banyak lagi yang tidak enak,” ungkap Alifah. “Kalau sekarang Alhamdulillah majikan baik, makan cukup, istirahat cukup, libur hari Minggu, dan bebas menggunakan handphone.”

Ketika ditanya apa yang mendorongnya untuk kembali ke Hong Kong meskipun ada trauma dari pengalaman sebelumnya, Alifah menjawab, “Karena ekonomi, memiliki hutang ratusan juta rupiah.”

Alifah juga berbagi cerita tentang bagaimana ia dan suami mengatur keuangan selama bekerja di Hong Kong untuk melunasi hutang dan membangun rumah. “Pada Januari 2020, awal datang ke Hong Kong, di KJRI ada welcoming program. Saya diajak ke situ oleh agen. Waktu itu diisi oleh salah satu lembaga amal di Hong Kong yaitu Enrich. Lalu saya mengikuti Facebook mereka. Setelah empat bulan di Hong Kong, saya ikut zoom meeting. Intinya kalau mau konsultasi tentang keuangan bisa komunikasi lebih lanjut dengan mereka. Akhirnya saya lanjut menghubungi mereka,” cerita Alifah. “Saya ceritakan keuangan saya, hutang, dll. Setelah itu saya diberi solusi bagaimana mengatur keuangan, bagaimana memilah-milah keuangan, mana yang harus diprioritaskan. Saya juga diskusi dengan suami. Suami pun sangat mendukung segalanya.”

“Sangat bersyukur tentunya. Mungkin ini yang dimaksud roda berputar, tidak mungkin kita selamanya kesusahan, ada waktunya kita juga merasakan kenyamanan,” katanya penuh syukur.

Alifah juga menceritakan bagaimana ia mengatasi kerinduan terhadap keluarga, terutama anak-anak, saat bekerja di luar negeri. “Sangat beruntung di era sekarang ada video call. Jadi hanya itu yang bisa dilakukan. Sering-sering komunikasi,” katanya.

“Tantangan terbesar adalah jauh dari anak-anak. Kalau ingat mereka rasanya ingin terbang pulang lalu memeluk mereka. Mereka masih kecil-kecil tapi tanpa ibu di sampingnya. Namun, video call dan doa yang bisa dilakukan,” ungkap Alifah.

Ketika ditanya tentang rencana selanjutnya setelah berhasil melunasi hutang dan membangun rumah, Alifah menjawab, “Kata orang-orang, Hong Kong ditinggal sayang, tidak ditinggal ngangenin. Mungkin setelah kerja satu kontrak lagi, lalu pulang ke Indonesia berkumpul bersama keluarga.”

Dengan semangat dan ketekunan, Alifah telah berhasil melalui berbagai tantangan dan mencapai tujuan hidupnya. Kini, ia siap menyongsong masa depan dengan optimisme dan kebahagiaan bersama keluarganya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *