
Jepang, TeropongJakarta.com – Berangkat dari keluarga sederhana di Kota Kediri, Jawa Timur, Dafit Ody Endriantono kini tengah merajut mimpinya di negeri Sakura. Pemuda asal Lingkungan Premanan, Kelurahan Pesantren itu, berhasil lolos seleksi program pertukaran pelajar untuk riset bidang robotika di Kanagawa Institute of Technology, Jepang. Dari 50 peserta yang bersaing, hanya tujuh mahasiswa yang terpilih, dan Dafit menjadi salah satunya.
“Saya sangat senang dan tidak menduga bisa sampai ke sini dan melakukan riset robotik, karena saingannya banyak dan berat-berat,” kata Dafit kepada TeropongJakarta.com melalui sambungan daring, Sabtu, 26 April 2025.
Proses seleksi, tutur Dafit, bermula pada Juli 2024. Ia harus melalui serangkaian tahapan, mulai dari pengumpulan berkas administrasi, penyusunan portofolio, hingga presentasi topik riset yang akan dikerjakan. Meski kebanyakan pesaingnya merupakan mahasiswa tingkat akhir, Dafit yang baru menempuh semester enam di Jurusan Teknik Elektronika Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) tetap percaya diri.

Dalam proyek risetnya, Dafit mengembangkan sistem robotik cerdas untuk pembersih sampah berbasis perintah suara. Robot ini tak sekadar bergerak otomatis, melainkan mampu membedakan jenis sampah dan menentukan sendiri rute menuju lokasi pembersihan sesuai perintah pengguna. Inovasi itu menjadi pembeda dibandingkan produk smart vacuum cleaner yang sudah beredar di pasaran.
Hasil kerja kerasnya dipresentasikan dalam forum internasional Joint International Workshop 2025 on AI Engineering and Technology (AIET 2025) di Atsugi, Kanagawa, pada 19 Maret 2025. Dalam acara tersebut, Dafit bergabung dengan mahasiswa dari berbagai negara seperti Jepang, Thailand, dan Malaysia untuk memamerkan inovasi teknologi di hadapan para peneliti dan perwakilan kampus-kampus terkemuka di Jepang.

Selama menjalani program riset yang berlangsung sejak 4 Februari hingga 28 Maret 2025 itu, Dafit juga memperdalam pengetahuan tentang pengembangan robot untuk sektor pendidikan, kesehatan, manufaktur, hingga pembuatan microchip. Setelah program ini rampung, ia dijadwalkan berkolaborasi dengan dosen pembimbing (sensei) untuk menulis jurnal ilmiah di bidang robotika.
Latar belakang keluarga sederhana tidak menjadi penghalang bagi tekad Dafit. Sejak kecil, ia lebih banyak diasuh neneknya lantaran ibunya harus bekerja sebagai buruh pabrik dan ayahnya meninggal saat ia berusia lima tahun. “Saya bersyukur atas semua kesempatan ini. Saya berharap bisa membawa pulang ilmu untuk membanggakan keluarga dan kampung halaman saya,” katanya.

Pengalaman ini, bagi Dafit, menjadi titik penting dalam perjalanan hidupnya. Ia mengaku tidak pernah membayangkan bisa berkuliah, apalagi berkesempatan melakukan riset di luar negeri. Setiap langkah yang ia tapaki, kata dia, adalah hasil dari kerja keras, doa, dan dukungan keluarga.
Ke depan, Dafit memiliki cita-cita besar: memajukan Indonesia di bidang teknologi robotika dan kecerdasan buatan (AI). Menurutnya, Indonesia harus mampu bersaing dengan negara-negara maju agar tidak tertinggal dalam revolusi industri berbasis teknologi tinggi. “Saya ingin Indonesia juga punya posisi kuat di dunia robotika dan AI, bukan sekadar jadi pengguna,” ujarnya.