
Sidoarjo, TeropongJakarta.com – Dari putus cinta hingga puncak gunung, dari air mata hingga toga kelulusan. Itulah perjalanan transformatif yang dialami Sintha Wahyu Arista, perempuan asal Sidoarjo, Jawa Timur. Setelah hubungannya selama tujuh tahun kandas, Sintha memilih jalur penyembuhan yang tak biasa menapaki jalur pendakian dan menamatkan pendidikan S2 di bidang Manajemen.
“Awalnya saya benar-benar hancur,” ujar Sintha kepada TeropongJakarta saat dihubungi melalui sambungan telepon. “Saya kehilangan arah, merasa hidup berhenti di situ. Tapi kemudian saya sadar, kalau saya terus terpuruk, saya hanya akan membuang waktu saya sendiri.”
Dari kesadaran itu, ia mulai menyusun langkah baru. Gunung menjadi pelarian sekaligus tempat kontemplasi. Salah satu pendakian yang paling membekas adalah ke Gunung Buthak, yang dikenal dengan sabana emasnya. “Saat berdiri di tengah sabana, saya merasa seolah semua luka perlahan menguap bersama angin,” kata Sintha.

Ia kemudian melanjutkan pendakian ke Gunung Kelud, gunung berapi aktif yang menawarkan pemandangan kawah hijau yang menakjubkan. Medan yang terjal dan udara dingin tidak menghalanginya. Sebaliknya, ia merasa semakin kuat secara mental. “Mendaki itu seperti metafora hidup. Capek, sakit, tapi begitu sampai di puncak semua terasa sangat layak,” ujarnya.
Perjalanan mendaki gunung ini ia dokumentasikan melalui akun Instagram-nya, @sintha_ars. Unggahan-unggahannya berisi refleksi pribadi, puisi pendek, serta visualisasi keindahan alam yang menyejukkan. Banyak pengikutnya yang mengaku terinspirasi oleh kisahnya.
Namun healing Sintha tak berhenti di alam bebas. Ia memutuskan menyelesaikan pendidikan Magister Manajemen di salah satu universitas di Malang. Dalam waktu 1,5 tahun, ia berhasil menyandang gelar M.M. dengan hasil memuaskan. “Saya belajar dan mendaki dalam waktu hampir bersamaan. Saat akhir pekan naik gunung, Senin kuliah dan mengerjakan tugas,” ungkapnya sambil tertawa.

Pendidikan dan pendakian menjadi dua pilar utama dalam transformasi hidupnya. “Gunung menguatkan mental saya. Kuliah menguatkan struktur berpikir saya. Keduanya saling melengkapi,” jelasnya. Ia mengaku bahwa fokus pada dua hal itu membantunya keluar dari kesedihan dan membangun rasa percaya diri kembali.
Kutipan reflektif yang ditulis Sintha, “From heartbreak to high peaks & high honors,” kini banyak dikutip ulang oleh warganet. Ungkapan tersebut seolah menjadi manifesto perjuangannya bahwa dari luka, seseorang bisa melompat ke prestasi yang lebih tinggi, jika tahu bagaimana mengolah rasa sakitnya.
Kini, ia aktif membagikan kisah-kisah inspiratif, utamanya kepada para perempuan muda. Ia percaya bahwa perempuan berhak bangkit dengan caranya masing-masing. “Kalau kamu sedang patah hati, jangan takut untuk bergerak. Diam hanya membuat luka semakin dalam,” tuturnya penuh keyakinan.

Cerita Sintha menjadi bukti nyata bahwa setiap perempuan punya potensi luar biasa untuk bangkit. Dengan tekad, disiplin, dan keberanian, luka bisa diubah menjadi lompatan besar dalam hidup. Sintha tak hanya naik gunung ia juga naik kelas dalam kehidupannya.
Dari puncak gunung hingga podium kelulusan, Sintha Wahyu Arista telah menaklukkan banyak hal. Bukan hanya rasa kehilangan, tetapi juga dirinya sendiri. Ia kini menjadi simbol ketangguhan dan inspirasi bahwa patah hati bukan akhir segalanya melainkan awal dari segalanya.