
Jakarta, TeropongJakarta.com – Pemerintah Indonesia telah menginstruksikan pemangkasan anggaran di berbagai kementerian dan lembaga, termasuk dana yang dialokasikan untuk riset dan inovasi. Arahan ini tertuang dalam surat edaran Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 24 Januari 2025. Kebijakan ini bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan anggaran negara, tetapi menimbulkan kekhawatiran di kalangan akademisi dan peneliti.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berencana melakukan efisiensi anggaran sebesar Rp2,074 triliun. Sebagian dari pemangkasan ini mencakup anggaran riset, yang berpotensi mempengaruhi berbagai proyek penelitian yang tengah berjalan. Beberapa peneliti khawatir kebijakan ini akan memperlambat perkembangan inovasi di berbagai bidang, terutama dalam teknologi dan sains.
Selain BRIN, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) juga terkena dampak pemotongan anggaran. Sebagai bagian dari pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025, kementerian ini harus mengurangi anggaran riset hingga 20 persen dari total Rp1,1 triliun yang sebelumnya dialokasikan. Para akademisi di perguruan tinggi turut menyampaikan kekhawatiran mereka terhadap pemangkasan ini, yang berpotensi menghambat penelitian mahasiswa dan dosen.
Menanggapi keresahan ini, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menegaskan bahwa pemangkasan anggaran tidak akan mempengaruhi jalannya kegiatan riset secara signifikan. Menurutnya, BRIN akan melakukan efisiensi di beberapa aspek tanpa mengorbankan prioritas penelitian yang telah direncanakan. “Kami akan memastikan proyek-proyek riset strategis tetap berjalan dan tidak terganggu oleh pengurangan anggaran,” ujarnya.
Meskipun demikian, sejumlah peneliti mempertanyakan komitmen pemerintah dalam mendukung perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. Menurut mereka, pemangkasan ini justru menunjukkan kurangnya perhatian terhadap riset dan inovasi sebagai pilar utama kemajuan bangsa. Beberapa peneliti juga menyoroti pentingnya keberlanjutan pendanaan bagi penelitian jangka panjang yang hasilnya tidak bisa langsung terlihat dalam waktu singkat.
Di sisi lain, kalangan industri yang bekerja sama dengan akademisi dalam riset juga menyatakan keprihatinan mereka. Banyak inovasi yang lahir dari kolaborasi antara universitas dan dunia usaha, sehingga pemotongan anggaran ini berisiko mengurangi daya saing industri nasional dalam menghadapi revolusi teknologi global.
Para mahasiswa yang sedang melakukan penelitian untuk tugas akhir atau program magister dan doktor juga terpengaruh oleh kebijakan ini. Beberapa di antara mereka khawatir akan sulit mendapatkan dana hibah atau fasilitas laboratorium yang memadai untuk menyelesaikan penelitian mereka.
Pemotongan anggaran riset ini juga berpotensi mengurangi jumlah publikasi ilmiah Indonesia di tingkat internasional. Tanpa dukungan dana yang cukup, para peneliti mungkin kesulitan melakukan penelitian yang kompetitif dan berdampak besar. Ini berisiko menurunkan peringkat akademik Indonesia di kancah global.
Berbagai pihak, termasuk akademisi, industri, dan organisasi riset, berharap pemerintah dapat mencari solusi agar efisiensi anggaran tidak menghambat perkembangan ilmu pengetahuan. Salah satu usulan yang muncul adalah mendorong skema pendanaan alternatif dari sektor swasta atau internasional untuk mendukung riset di Indonesia.
Meskipun pemerintah berupaya memastikan bahwa riset tetap berjalan, banyak pihak masih menunggu kebijakan lanjutan yang dapat menjamin keberlanjutan inovasi di Indonesia. Perdebatan mengenai prioritas anggaran ini masih akan terus berlanjut, seiring dengan harapan bahwa kebijakan efisiensi tidak akan mengorbankan masa depan penelitian dan teknologi di tanah air.