
Lampung, TeropongJakarta.com – Anabella Putri Hutami, 22 tahun, tak pernah menyangka perjalanan hidupnya yang penuh stigma sejak kecil justru mengantarnya menjadi sosok inspiratif. Perempuan asal Lampung ini baru saja dinobatkan sebagai 1st Runner Up Putri Hijabfluencer Lampung 2025. Pada September mendatang, ia akan mewakili Lampung ke tingkat nasional di Bandung.
Sejak usia sekolah dasar, Anabella kerap dihadapkan pada pandangan miring. Dari kelas 1 hingga 4 SD, ia tak pernah sekalipun meraih juara kelas. Kondisi ini membuatnya sering dianggap “tidak pintar”, meski datang dari keluarga besar tenaga pendidik. “Ibunya guru, kakeknya guru, neneknya guru, kok tidak bisa juara?” begitu kalimat yang sering ia dengar.
Namun, keluarga justru memberi dukungan penuh. Sang ibu tak pernah mempermasalahkan capaian akademis anaknya. Meski begitu, Anabella kecil tumbuh dengan tekad membuktikan diri. Memasuki kelas 5, ia mulai mengejar prestasi dan berhasil masuk tiga besar hingga lulus. Stigma orang-orang pun berbalik: dari diremehkan menjadi “wajar pintar” karena latar belakang keluarganya.
Dari pengalaman itulah, Anabella merenung. “Mengapa kita harus membuktikan nilai atau juara kelas dulu baru dianggap berharga? Padahal, setiap anak sudah berharga jika mau berusaha dengan versinya masing-masing,” ujarnya. Renungan ini yang kemudian melahirkan gagasan advokasi pendidikan yang ia beri nama BelAction (Anabella in Action for Education).

Lewat BelAction, Anabella ingin menyemangati anak-anak yang merasa tak pintar, tak berharga, atau tak mendapat dukungan. Ia percaya setiap anak punya kesempatan yang sama, meski tidak selalu diukur lewat nilai akademis. “Saya ingin menyuarakan kepada mereka bahwa potensi tidak hanya soal juara kelas,” katanya.
Menurut Anabella, paradigma masyarakat soal prestasi akademis adalah sebuah “lingkaran setan” yang sudah turun-temurun. Banyak orang tua masih menganggap nilai tinggi sebagai tolok ukur utama kecerdasan anak. Padahal, kata dia, setiap anak memiliki bakat yang bisa berkembang di banyak bidang lain, bukan hanya di sekolah.
Kesadaran masyarakat inilah yang ingin ia ubah. Ia memulai dengan pendekatan melalui media sosial. Di akun Instagram pribadinya, ia aktif membuat konten edukasi yang sederhana namun menyentuh. Selain itu, ia juga mendatangi sekolah-sekolah. “Bulan lalu saya ke salah satu sekolah di Kota Gajah, Lampung Tengah. Anak-anak sangat antusias. Itu membuat saya semakin yakin,” ujarnya.

Bagi Anabella, pendidikan nonformal sama pentingnya dengan pendidikan formal. Di era digital, kesempatan belajar bisa datang dari mana saja: pelatihan, komunitas, maupun pengalaman hidup. “Belajar bisa dari siapa saja. Dunia ini luas, terlalu sayang jika hanya dibatasi ruang kelas,” tuturnya.
Ia ingin generasi muda berani menggali potensi diri, tanpa harus takut dianggap berbeda. Baginya, kesempurnaan bukan tujuan utama, melainkan pengembangan diri sesuai kekuatan masing-masing. “Cukup gali potensi positif yang kita miliki dan kembangkan itu. Kesuksesan akan mengikuti,” katanya.
Langkah kecil lewat BelAction memang belum bisa mengubah pola pikir masyarakat secara instan. Namun, ia berharap gerakan ini mampu membuka kesadaran bahwa setiap anak layak dihargai meski tidak mengikuti standar lama. “Kalau terus dipaksakan, justru akan banyak anak kehilangan percaya diri,” tambahnya.

Kini, setelah kemenangannya di ajang Putri Hijabfluencer Lampung, panggung Anabella kian luas. Ia tak hanya membawa nama daerah, tapi juga misi advokasinya. September nanti, Bandung akan menjadi saksi langkah barunya di tingkat nasional.
“Bagi saya, kompetisi hanyalah pintu. Yang lebih penting adalah dampak setelahnya. Saya ingin terus mengobarkan semangat belajar dan menggali potensi generasi penerus,” kata Anabella dengan yakin.