
Palembang, TeropongJakarta.com – Duka mendalam sempat membuat Alissa Nurfitri, perempuan asal Palembang, kehilangan arah. Kepergian sang ayah yang begitu mendadak membuatnya tak lagi fokus bekerja, kehilangan nafsu makan, hingga jatuh sakit secara fisik dan mental.
“Waktu itu saya merasa hampa. Hidup rasanya berjalan tanpa warna,” ujar Alissa, mengenang masa-masa berat dalam hidupnya. Hari-harinya dipenuhi kesedihan yang tak kunjung usai. Tubuhnya ikut menanggung beban emosional itu, membuatnya kerap jatuh sakit.
Namun, titik balik datang dari kesadaran sederhana: tidak ada yang bisa menyelamatkan dirinya selain dirinya sendiri. “Saya bangkit karena saya tahu, kalau bukan saya yang kuat, siapa lagi?” katanya tegas. Ia mulai perlahan membangun dirinya kembali.

Alissa belajar menerima. Ia mencoba mengikhlaskan semua yang terjadi dan menjadikan duka sebagai pijakan untuk bertumbuh. “Saya berdiri atas kaki saya sendiri. Saya belajar bahwa hidup akan selalu berjalan, dengan atau tanpa orang yang kita cintai,” ujarnya.
Proses itu membentuk rasa percaya diri yang baru. Ia mulai memahami pentingnya mencintai diri sendiri, menjaga keseimbangan hidup, serta menghargai setiap detik waktu yang diberikan. Hidup, menurutnya, terlalu berharga untuk dihabiskan dalam kesedihan berlarut.
Kini, Alissa menikmati pekerjaannya yang membawanya bertemu banyak orang. “Setiap hari saya bertemu karakter baru. Mereka membawa cerita masing-masing, dan itu membuat saya merasa hidup saya berarti,” ucapnya. Ia menyebut pekerjaannya sebagai ladang untuk berbagi energi baik.
Senyuman, katanya, adalah bentuk sedekah paling sederhana namun penuh makna. “Senyum saya, energi saya, bisa jadi semangat untuk orang lain. Itu yang membuat saya betah dengan apa yang saya lakukan,” ujar Alissa.
Menjaga kesehatan mental juga menjadi fokus utama dalam perjalanannya bangkit. Ia rutin berolahraga, menjaga pola makan, dan lebih selektif dalam menyerap pikiran. “Pikiran negatif itu seperti racun. Saya belajar menyaring apa yang boleh tinggal di kepala saya,” ucapnya.

Hidup, bagi Alissa, seperti shift kerja. Ada shift ringan, ada shift berat. Tapi semuanya sementara. “Kalau sekarang lagi shift susah, nanti juga akan ganti ke shift bahagia. Jadi sabar aja, jangan lupa istirahat kalau lelah,” katanya sambil tersenyum.
Ia juga meyakini bahwa bersyukur adalah kunci dari ketenangan batin. Dalam setiap langkah kecil yang berhasil ia lakukan, selalu ada ucapan syukur yang mengiringi. “Saya belajar untuk jalani, nikmati, dan syukuri. Karena beda hari, beda cerita,” ujarnya.
Bagi Alissa, pekerjaan bukan sekadar kewajiban, tetapi bentuk ibadah. Ia selalu bekerja dengan hati dan rasa cinta. “Kalau kita kerja dengan ikhlas, hasilnya pasti lebih berkah. Kita juga jadi lebih bahagia,” ujarnya.

Ia juga aktif memotivasi teman-temannya yang merasa rendah diri. “Saya sering bilang ke mereka, jangan insecure. Kamu punya sesuatu yang orang lain nggak punya. Fokus ke situ dan kembangkan,” ucapnya mantap.
Menurutnya, langkah untuk membangun kepercayaan diri bisa dimulai dari hal-hal kecil. “Berani mulai hobi baru, olahraga, membaca buku, atau sekadar menulis jurnal harian. Itu semua bisa jadi bentuk cinta pada diri sendiri,” katanya.
Ia percaya, setiap orang adalah proyek hidup yang terus dibangun. “Jadilah arsitek terbaik untuk diri sendiri. Bangun versi terbaik dari kamu. Jangan tunda lagi,” ujarnya.
Kini, Alissa menjalani hidup dengan penuh semangat. Dengan senyum di wajah, ia terus melangkah, menyebar semangat dan kebaikan. “Saya yakin, Allah tidak pernah berhenti memberi untuk pribadi yang selalu berusaha dan bersyukur,” tutupnya.