
Bekasi, TeropongJakarta.com – Perjalanan Fadya Iasha Nasution, mahasiswi Geografi Universitas Indonesia (UI) semester 7, tidak selalu mulus. Ketika pertama kali dinyatakan lolos masuk UI melalui jalur SIMAK UI, ia justru diliputi kebimbangan. Biaya kuliah yang mencapai dua digit per semester. Namun, semangat dan keyakinan sang ibu menjadi kompas yang menuntunnya. “Kalau niatnya baik, pasti ada jalan,” begitu pesan ibunya yang terus diingat Fadya.
Langkah awal yang ia ambil adalah mendaftar beasiswa. Tanpa pengalaman, ia mempelajari syarat, berdiskusi dengan mentor dan dosen, hingga melatih kemampuan menulis esai motivasi dan wawancara secara mandiri. Usaha itu berbuah manis. Di semester pertama, ia lolos Beasiswa Bright Scholarship dari BRI. Berbekal prestasi semasa SMA, hafalan Al-Qur’an, dan semangat belajar yang tinggi, ia menunjukkan bahwa perjuangan yang gigih dan keyakinan bisa membuka pintu keberhasilan.
Tidak berhenti di situ, Fadya terus membidik beasiswa yang sejalan dengan nilai hidupnya. Ia percaya bahwa beasiswa bukan hanya soal bantuan finansial, melainkan wadah untuk tumbuh, belajar, dan terkoneksi dengan lingkungan suportif. Ia berhasil meraih Jabar Future Leaders Scholarship dari Pemprov Jawa Barat dan Beasiswa Karya Salemba Empat (KSE) yang didapat selama dua tahun berturut-turut.

Total, sudah empat beasiswa berhasil ia raih, dengan nilai hampir Rp50 juta. Bantuan itu tidak hanya meringankan beban UKT tapi juga menjadi pintu akses bagi pengembangan diri mulai dari soft skill, networking, hingga pengalaman kepemimpinan. Saat ini, Fadya tengah menanti hasil seleksi beasiswa kelimanya.
Setiap seleksi beasiswa punya tantangannya sendiri. Fadya tak menutupi bahwa ada masa ia merasa gugup, tak percaya diri, hingga ingin menyerah. Namun prinsipnya sederhana: jujur dan tidak berlebihan dalam menggambarkan diri. Ia menjadikan setiap proses aplikasi sebagai ruang refleksi, bukan sekadar mengejar hasil. Kegigihan, konsistensi kontribusi di dunia pendidikan, dan semangat belajar menjadi kekuatan utama yang ia tunjukkan di tiap aplikasi.
Di luar kampus, aktivitas Fadya nyaris tak pernah berhenti. Ia mengajar les privat dari rumah ke rumah sejak semester satu, aktif sebagai content creator yang sudah menerima endorsement, hingga menjadi mentor beasiswa. Lebih dari 20 kepanitiaan dan organisasi telah ia ikuti, bahkan beberapa kali dipercaya sebagai ketua. “Kalau sudah terlibat, saya ingin memberi dampak, bukan sekadar ikut-ikutan,” ujarnya.

Dengan segudang aktivitas, tak jarang Fadya kewalahan. Tapi dari sana, ia belajar manajemen waktu dan energi. Ia terbiasa menyusun jadwal harian secara rinci, bahkan mengerjakan tugas kuliah sambil mengikuti rapat organisasi diperjalanan tak jarang sesekali ia harus berdesak desakkan di dalam KRL. Ia mulai mengenali batas kemampuannya, dan belajar membedakan antara urgensi dan distraksi.
Di balik kemandiriannya, Fadya tetap mengakui pentingnya peran support system. Sebagai anak tunggal, ia merasa bertanggung jawab pada keluarga, terutama pada ibunya yang selalu memberi dukungan penuh. “Saya bisa sejauh ini karena mama percaya saya bisa,” katanya.
Kini, dengan pengalaman dan jaringan yang ia miliki, Fadya menjabat sebagai Wakil Kepala Sekolah Rumah Pintar UI (RUPIN UI) sebuah program pendidikan gratis untuk siswa SMA kurang mampu yang ingin masuk PTN favorit. Di sana, ia memberi bimbingan dan motivasi bagi mereka yang sering merasa perjuangannya sendiri.

Tidak hanya itu, Fadya juga menjadi mentor beasiswa bagi adik-adik dan teman-teman lain, secara sukarela. Ia percaya bahwa ilmu yang baik harus dibagikan. “Harapannya, semua yang saya dapat tidak berhenti di saya. Saya ingin punya dampak nyata,” ucapnya.
Perjalanan Fadya adalah gambaran nyata tentang ketekunan, niat baik, dan keberanian untuk terus berusaha dan belajar hingga menunjukkan akan segala preatasi yang didapatkannya. Ia menutup ceritanya dengan pesan yang menginspirasi: “Kamu tidak perlu menunggu sampai sempurna untuk melangkah. Kadang, kesiapan justru datang setelah kita berani mencoba. Lakukan semaksimal mungkin, jangan setengah-setengah.”