
Gowa, TeropongJakarta.com – Suara burung pagi di pinggiran Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, bersaing tipis dengan deru mesin genset dari kejauhan. Sementara itu, Ananda Magvirah Sofyan menuntaskan tiga putaran lari paginya di sekitar kompleks perumahan. Keringat membasahi kerudung olahraga yang dikenakannya, tapi pikirannya sudah berpindah ke tempat lain: jadwal servis, laporan pemasukan, hingga klien yang menunda pelunasan sewa.
Ananda bukan lulusan teknik mesin, apalagi punya latar belakang otomotif. Perempuan 24 tahun ini justru memulai langkah bisnis dari hal yang tak terduga: mengelola rumah kost milik mertuanya. “Saat itu saya pikir, oke, ini bisa jadi sumber pemasukan pasif,” ujarnya kepada teropongjakarta. Tapi ekspektasi dan realitas ternyata jauh berbeda.
Setiap bulan, pendapatan dari usaha kost hanya cukup menutup kebutuhan dasar. Tak jarang harus nombok dari tabungan. Di tengah kebingungan, ia mendapat kalimat tajam dari ayah mertuanya yang membuatnya tertegun. “Kalau kamu mau hidup segitu-segitu aja, ya nggak usah berharap lebih,” katanya. “Tapi kalau kamu mau naik kelas, kamu harus keluar dari zona nyamanmu.”

Dorongan itu seperti palu yang memecah keraguan Ananda. Ia mulai menelusuri peluang lain dan industri alat berat, yang awalnya terdengar asing, mulai mencuri perhatiannya. Lewat kenalan, ia mulai belajar soal pasar sewa alat berat, karakter klien, serta risiko-risiko yang harus diantisipasi. “Saya mulai dari menyewa satu unit dulu. Belum punya, masih coba-coba,” katanya.
Satu per satu, kepercayaan datang. Ia mulai berani membeli unit sendiri. Tantangan pun datang silih berganti. “Persaingan keras. Banyak makelar banting harga. Dan ada juga klien yang mangkir bayar,” ungkapnya. Namun ia tidak gentar. Justru ia menjadikan pengalaman-pengalaman itu sebagai pondasi untuk membangun sistem yang lebih disiplin dan transparan.
Kini, Ananda mengelola empat unit alat berat miliknya sendiri. Semua tercatat rapi dalam sistem manajemen sederhana yang ia kembangkan bersama suaminya. Usaha kost masih berjalan, tapi sudah didelegasikan ke penjaga tetap. Fokusnya kini 80 persen pada bisnis alat berat dari pemeliharaan mesin hingga mengurus perpanjangan izin operasional.

Di tengah kesibukannya, Ananda tetap menjaga ritme hidup lewat lari pagi. Aktivitas yang awalnya ia tekuni untuk menurunkan berat badan pasca-melahirkan itu kini jadi ritual pagi yang tak tergantikan. “Kalau pagi sudah olahraga, rasanya lebih siap menghadapi hari,” ujarnya.
Menurutnya, konsistensi adalah kunci dalam dua hal: bisnis dan diri sendiri. “Saya belajar bahwa nggak ada hasil besar yang datang dalam semalam. Kita harus tahan proses, disiplin, dan jangan cepat puas,” katanya.
Ia juga aktif membangun relasi dengan sesama pengusaha lokal. “Saya ingin perempuan di luar sana tahu bahwa kita bisa, bahkan di bidang yang katanya maskulin,” ujarnya tersenyum.

Lima tahun ke depan, Ananda menargetkan bisa menggandakan armadanya menjadi puluhan unit. “Saya ingin bisnis ini bisa diwariskan, jadi legacy buat anak-anak saya nanti,” katanya.
Dari Gowa, Ananda Magvirah menunjukkan bahwa perempuan yang berani keluar dari lingkaran nyaman mampu membuka jalan di dunia yang keras dan penuh tantangan asal punya kemauan, keberanian, dan sistem yang tepat.