
Cibubur, TeropongJakarta.com – Setiap pagi, sekitar pukul enam, langkah kaki Novia Okny menyusuri trotoar-trotoar di kawasan Kota Wisata, Cibubur. Tak banyak yang tahu bahwa di balik rutinitas itu, ada kisah yang bermula dari sebuah niat sederhana: menemani sang ayah yang tengah berjuang melawan diabetes dan komplikasi penyakit lainnya.
“Aku mulai sekitar dua setengah tahun lalu,” ujar Via, sapaan akrab Novia. “Awalnya cuma jalan kaki bareng ayah. Sambil itu, aku juga pengin nurunin berat badan. Waktu itu masih 79 kilogram.”
Tak ada ambisi besar di awal. Hanya niat untuk sehat, untuk tetap bisa hadir bagi orang tua. Tapi dari langkah kecil itulah, sebuah kebiasaan baru perlahan tumbuh. Dari jalan kaki, ia mulai mencoba jogging. Lalu menambah jarak. Lalu mulai memperhatikan ritme dan kecepatan. Dan tanpa sadar, ia jatuh cinta pada proses itu sendiri.

Motivasinya sangat personal: menjadi sehat bukan untuk penampilan semata, tapi demi memiliki tenaga, waktu, dan ketahanan untuk merawat mereka yang paling ia cintai. “Aku pengin bisa jagain orang tua selama mungkin,” ucapnya pelan.
Kini, berat badannya stabil di angka 53 kilogram. Tapi lebih dari sekadar angka di timbangan, Novia merasa jauh lebih kuat, lebih tenang, dan lebih mengenal dirinya sendiri. “Lari tuh bukan cuma olahraga buatku. Tapi ruang untuk waras, ruang buat sembuh,” katanya.
Di tengah keseharian sebagai anak yang bertanggung jawab di rumah, konsistensi bukan perkara mudah. Ada hari-hari di mana tubuh letih, waktu terbatas, atau cuaca tak bersahabat. Tapi satu hal yang terus ia pegang teguh: jika ingin terus memberi untuk orang lain, ia harus utuh terlebih dulu.

Titik baliknya jelas: saat ayahnya sakit dan membutuhkan pendampingan. Dari sana, ia tak hanya menemukan pola hidup sehat, tapi juga ruang kontemplasi. “Pas nemenin ayah jalan, aku sadar kalau aku enggak sehat, siapa yang bakal jaga beliau?” kata Via.
Bergabung dengan komunitas lari di Cibubur menjadi fase berikutnya. Di sana, ia bertemu sesama pelari yang punya cerita masing-masing. Semangat yang sama: ingin bergerak, bukan untuk lomba, tapi untuk merayakan hidup. Komunitas itu menguatkan keyakinannya bahwa setiap perempuan punya hak untuk sehat, kuat, dan bahagia.
“Bergerak itu merdeka,” tegasnya. “Buatku, lari jadi simbol bahwa aku punya kendali atas tubuh dan hidupku. Sekecil apapun langkahnya, itu udah bentuk kemerdekaan.”

Kini, Via bukan hanya pelari biasa. Ia mulai menyuarakan pentingnya self-love, merawat diri, dan menjaga kesehatan jiwa-raga terutama bagi perempuan yang kerap menomorduakan dirinya sendiri.
Lewat akun media sosialnya, ia berbagi tips lari, cerita healing, hingga semangat untuk terus bergerak, apapun keadaannya. Bukan untuk menjadi pelari tercepat, tapi untuk menjadi pribadi yang paling peduli pada dirinya sendiri.
Di Kota Wisata Cibubur, Via terus berlari. Kadang pelan, kadang dengan napas terengah. Tapi tak pernah benar-benar berhenti. Karena dalam setiap langkahnya, ada cinta, ada komitmen, dan ada hidup yang ingin terus dirayakan.