
Aceh, TeropongJakarta.com – Nurdila Anggresti yang akrab disapa Nam kini kembali menata langkah. Setelah jeda panjang pasca-menikah dan pindah ke pelosok mengikuti dinas suaminya, perempuan asal Aceh ini memutuskan kembali aktif membangun bisnis dan kariernya.
Dulu, Nam adalah mahasiswa Kesehatan Masyarakat di Universitas Muhammadiyah Aceh (UNMUHA). Tak hanya kuliah, ia juga aktif berorganisasi dan mengajar ekstrakurikuler jurnalistik di SMK Negeri. Di sela waktunya, ia menjadi asisten dosen. “Saya senang terlibat dalam banyak aktivitas. Rasanya hidup saya benar-benar produktif,” ujarnya.
Semangatnya tak berhenti di kampus. Ia sempat bekerja di Lembaga Riset Indonesia (LRI), sembari merintis usaha tas souvenir khas Aceh. Meski waktu dan tenaga tersita, ia mengaku menikmati setiap peran yang dijalaninya. “Waktu itu memang capek, tapi saya bahagia.”

Namun semua berubah setelah menikah. Nam mengikuti suaminya yang bertugas di daerah terpencil. Tak lama setelah pernikahan, ia hamil dan memutuskan berhenti bekerja. “Fokus saya berpindah total ke keluarga, terutama karena kami tinggal jauh dari kota,” katanya.
Tinggal di pelosok membuat akses untuk bekerja atau sekadar bertemu komunitas menjadi sulit. Jarak dari rumah ke kota memakan waktu satu jam lebih. “Saya sempat merasa kehilangan arah. Dulu aktif sekali, sekarang hanya bisa di rumah,” ucap Nam lirih.
Setahun lebih ia habiskan untuk membesarkan anak pertamanya. Selama itu pula, bisnis tas yang dirintisnya ikut meredup. Produksi terhenti, pemasaran mandek, dan komunikasi dengan pelanggan menurun. Namun semangatnya tak padam.

Awal 2025, Nam mulai bangkit. Ia mencoba membangun kembali jaringan bisnisnya secara daring. Ia menghidupkan kembali media sosial toko tasnya dan kembali menjalin komunikasi dengan pelanggan lama. “Sekarang saya mulai produksi kecil-kecilan lagi, sesuai kemampuan saya dari rumah,” katanya.
Di tengah keterbatasan sinyal internet dan listrik yang tak selalu stabil, Nam memutar otak. Ia memanfaatkan waktu anak tidur untuk mengerjakan desain tas, membalas pesan pelanggan, dan mengatur pengiriman. “Manajemen waktu sekarang jauh lebih menantang,” ujarnya.
Tak hanya itu, kini Nam juga mengajar anak-anak di PAUD dekat rumahnya. Mengisi waktu pagi dengan mendidik anak usia dini memberi semangat baru dalam kesehariannya. “Saya merasa kembali punya ruang untuk mengajar dan berbagi,” tuturnya.
Nam juga aktif mencari komunitas perempuan pelaku UMKM secara online. Ia merasa dengan berkoneksi kembali, ia bisa belajar dan bertukar semangat. “Saya sadar pentingnya support system meski hanya lewat Zoom atau WhatsApp grup,” ucapnya.

Baginya, menjadi ibu bukan penghalang untuk tetap berkarya. “Saya justru merasa punya energi lebih setelah punya anak. Seperti ada alasan kuat untuk terus berjuang,” ujarnya, tersenyum.
Kini, meski tinggal jauh dari kota, Nam tak ingin kembali kehilangan kendali atas mimpinya. Ia menata ulang ritme hidupnya: menjadi ibu, istri, guru PAUD dan pelaku usaha mikro yang terus bergerak walau dari sudut sunyi pedesaan.
“Saya percaya, asal konsisten dan niatnya baik, jalannya pasti dibuka,” katanya yakin. Dari sudut Aceh yang jauh dari keramaian, Nam mengirimkan pesan: mimpi boleh rehat, tapi jangan pernah padam.