Bangka Tengah, TeropongJakarta.com – Dunia pendidikan adalah medan yang penuh tantangan, tetapi bagi Deni Iswara, seorang pengamat pendidikan dari Dinas Pendidikan Kabupaten Bangka Tengah, tantangan itu adalah panggilan untuk memberikan kontribusi yang tak ternilai kepada bangsanya.

Deni, yang lebih dikenal dengan semangatnya untuk mengubah wajah pendidikan, bukanlah seorang profesional di bidang ini. Minatnya pada dunia pendidikan muncul dari rasa ketidakpuasannya sendiri terhadap sistem pendidikan di Indonesia. Kenapa, pikirnya, siswa harus mulai dari nol jika mereka bisa memulainya dari level lima? Pertanyaan sederhana ini, yang muncul ketika Deni masih bersekolah di SMA, menandai awal perjalanan inspiratifnya.

Saat Deni mengikuti sosialisasi mekanisme seleksi PPPK JF Guru di Jakarta

“Saat itu saya membaca kutipan, ‘Jika kamu tidak menyukai peraturan, masuklah ke dalam sistem, merangkaklah naik untuk bisa membuat aturanmu sendiri’,” kata Deni, yang terinspirasi untuk memberikan kontribusi pada perubahan sistem pendidikan.

Mengambil studi di bidang Kurikulum dan Teknologi Pendidikan di Universitas Negeri Surabaya, Deni menghadapi perjalanan yang tidak biasa. Setelah lulus, ia tidak langsung menjadi PNS. Hobi di bidang IT membawanya ke pekerjaan sebagai staf IT, di mana ia merasa ada kekosongan dalam penggunaan kemampuannya untuk kebaikan orang banyak.

Deni Menunjuk Piagam Penghargaan Buat Dinas Pendidikan Kabupaten Bangka Tengah dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia

“Tantangan terbesar dunia pendidikan saat ini adalah perubahan zaman,” ungkap Deni. Ia merasa bahwa meskipun teknologi semakin maju, mindset dalam pendidikan masih tertinggal. Kontroversi seputar Kurikulum Merdeka adalah contoh terbaru dari perubahan yang terjadi, di mana banyak yang menilai perubahan tersebut hanya sebagai ‘percobaan’, tanpa memperhitungkan pandangan siswa itu sendiri.

Deni menjelaskan analogi sederhana tentang kurikulum, membandingkannya dengan persiapan untuk berlibur. Seperti persiapan yang berbeda antara liburan ke pantai dan ke pegunungan, kurikulum juga harus disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan peserta didik.

“Kurikulum harus dinamis, mengikuti arah tujuan peserta didik ke depan,” tambahnya. “Hasil dari perubahan kurikulum baru bisa dilihat 20-30 tahun ke depan, jadi kita harus berpikir jauh ke depan dalam merencanakan perubahan.”

Meskipun ada resistensi terhadap perubahan, Deni melihat potensi luar biasa dalam merangkul perubahan ini. Di tengah-tengah pandemi COVID-19, ia melihat peserta didik menjadi lebih aktif dalam pembelajaran, sementara guru berperan sebagai pemandu untuk menginspirasi inovasi dan kepemimpinan.

“Indonesia Emas 2045 bukanlah impian yang tidak mungkin jika kita mulai bergerak sekarang,” ujarnya, merujuk pada potensi demografi bangsa yang besar.

Namun, perubahan tidak selalu berjalan mulus. Deni menemui tantangan dari guru-guru yang enggan berubah, serta siswa yang menolak perubahan dalam kurikulum. Namun, bagi Deni, ini adalah panggilan untuk evaluasi bersama, agar dapat menciptakan pembelajaran yang sesuai dengan pedoman kurikulum.

Deni tidak berhenti di situ. Bangkit dari keberhasilan Bangka Tengah dalam menerima anugerah Merdeka Belajar, Deni bermimpi untuk dapat meningkatkan kualitas SDM didaerahnya agar sadar pentingnya pendidikan dan mampu berdiri diatas kakinya sendiri. Ia juga melihat pentingnya kolaborasi antara Kemendikbud dan Kemnaker dalam menciptakan tenaga profesional yang dibutuhkan oleh oerusahaan-perusahaan strategis milik Negara.

“Dunia pendidikan adalah medan yang luas, dan saya hanya ingin meninggalkan jejak yang berarti dalam perjalanan memajukan pendidikan di Indonesia,” tutup Deni, dengan tekad yang membara.

Deni Iswara, dengan semangatnya yang tidak kenal lelah, adalah contoh nyata bahwa satu individu dengan tekad yang kuat dapat mengubah dunia pendidikan, kearah yang lebih baik.