
Kalimantan Timur, TeropongJakarta.com – Di balik hutan dan ladang gas alam Muara Badak, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, seorang mahasiswi muda menapaki perjalanan hidup dengan cara yang berbeda. Ia bukan berasal dari pusat kota atau sorotan media. Tapi justru dari tempat yang sunyi, Mayang Karisma Putri Afzalina menemukan kekuatan sejatinya. Kini, ia menjadi mahasiswa baru Ilmu Komunikasi yang membawa perspektif berbeda ke bangku kuliah.
Mayang tidak dibesarkan oleh gemerlap dan keramaian. Sebaliknya, ia tumbuh dalam suasana yang senyap, jauh dari ingar-bingar opini mayoritas. “Saya tahu suara hati saya bukan hasil siaran bersama,” katanya pelan namun tegas. Ucapannya bukan slogan, melainkan hasil refleksi panjang yang dilalui dalam kesendirian. Baginya, menjadi berbeda bukan pemberontakan, melainkan bentuk kejujuran yang paling hakiki.
Sebagai mahasiswa baru Ilmu Komunikasi, Mayang sadar dunia ini didesain untuk yang berbicara keras dan cepat. Namun ia tidak tergoda untuk ikut arus yang bukan miliknya. “Saya sudah terlalu sering kecewa saat memaksa diri ikut arus,” ujarnya. Kini, ia lebih nyaman duduk di kursi paling ujung, bahkan jika itu berarti sendirian. Karena yang terpenting, kursi itu benar-benar miliknya sendiri.

Pemikiran Mayang tidak selalu populer. Tapi ia tak gentar. Masalah, menurutnya, bukan sesuatu yang harus segera ditaklukkan dengan teori atau pencarian Google. “Kadang justru harus diajak ngobrol pelan-pelan,” ujarnya. Ia memilih untuk diam, mengamati, dan mencernanya secara pribadi. Tak jarang solusi datang bukan dari logika, tapi dari intuisi yang ia asah dalam diam.
Ia mengakui bahwa dirinya “gak umum” di mata sebagian orang. Tapi menjadi tidak umum bukan sebuah cacat. “Saya tidak perlu jadi umum untuk jadi baik,” ucap Mayang. Ia memandang kritik seperti membaca novel fiksi diresapi tapi tidak selalu dipercaya. Menurutnya, banyak kritik datang dari ketidaktahuan orang terhadap keunikan kita, bukan dari niat buruk.
Baginya, keseragaman yang tidak dipilih adalah bentuk penjara yang paling halus. Mayang tidak anti terhadap keseragaman, selama itu hasil pilihan sadar. Tapi jika seseorang memilih seragam karena takut berbeda, itu bukan kehidupan itu hanya peniruan. Keberanian menjadi diri sendiri adalah bentuk kebebasan spiritual yang paling dalam.

Mayang memandang keunikan berpikir sebagai ibadah yang sunyi. Tidak semua orang mampu menghargainya, karena memang tidak selalu tampak di permukaan. Tapi bagi jiwa-jiwa yang sensitif dan terbuka, cara berpikir yang otentik justru menyentuh kedalaman. “Keaslian mungkin tidak ramai, tapi ia membebaskan,” kata Mayang.
Dalam dunia pendidikan tinggi yang penuh kompetisi dan tekanan sosial, Mayang adalah contoh nyata bahwa menjadi berbeda bukan kelemahan, melainkan kekuatan. Ia tidak berusaha mencolok. Tapi keberaniannya untuk jujur kepada isi hati dan kepala membuatnya tampil mencolok secara alami. Ia percaya, kejujuran pada diri sendiri adalah bentuk keberanian yang tak tergantikan.
Menurut Mayang, rasa sakit paling dalam bukan saat kita ditolak orang lain. Tapi saat kita diterima dalam bentuk yang bukan diri kita. “Lebih baik saya ditolak dalam kejujuran daripada diterima dalam kepalsuan,” ungkapnya. Ucapan ini bukan sekadar kutipan motivasi, melainkan prinsip hidup yang ia pegang erat sejak lama.

Mayang Karisma Putri Afzalina tidak sedang mengejar popularitas. Ia hanya sedang meniti jalan sunyi menuju keutuhan dirinya. Dan ia yakin, pada waktunya, akan ada orang yang menatapnya dan berkata, “Akhirnya… ketemu juga orang kayak kamu.” Kalimat itu, bagi Mayang, jauh lebih berharga dibanding ribuan likes yang datang tanpa mengenal siapa dirinya.
Kisah Mayang adalah inspirasi bagi anak muda Kalimantan Timur dan mahasiswa lainnya yang sering merasa terasing karena tak mengikuti arus mayoritas. Ia menunjukkan bahwa menjadi diri sendiri bukan tindakan nekat, melainkan bentuk keberanian yang jujur. Dari Muara Badak yang tenang, suara Mayang menggema pelan tapi dalam mengajak kita untuk kembali mendengar suara hati sendiri.
Dan ketika dunia terlalu bising oleh opini, kita butuh satu orang seperti Mayang: yang berani diam, berani berpikir berbeda, dan berani mengatakan bahwa menjadi jujur kepada diri sendiri adalah satu-satunya cara untuk hidup sepenuhnya.