Bengkulu, TeropongJakarta.com – Di tengah riuh perubahan gaya hidup masyarakat urban, satu pemandangan baru muncul di Kota Bengkulu: deretan mesin reformer yang terus bergerak, diiringi instruksi lembut namun tegas dari Windy Rondonuwu. Di Dovie Studio, tempat ia mengajar setiap pekan, reformer pilates tak sekadar menjadi olahraga alternatif tetapi simbol pergeseran budaya kebugaran yang semakin sadar tubuh.
Windy, instruktur pilates asal Bengkulu, menjadi bagian penting dari gelombang ini. Ia menyebut reformer pilates sebagai olahraga yang “tumbuh karena manfaatnya nyata, bukan karena sekadar tren media sosial.” Popularitasnya meningkat seiring kebutuhan masyarakat akan latihan yang tidak menimbulkan benturan, dapat disesuaikan tingkat kesulitannya, dan menawarkan sensasi gerakan yang lebih halus dibanding olahraga gym tradisional.

“Reformer itu alat yang cerdas,” kata Windy. “Dia memberi resistensi, membantu memperbaiki postur, memperkuat core, dan sekaligus membuat orang merasa rileks. Orang datang bukan cuma untuk olahraga, tapi untuk menemukan kembali hubungan dengan tubuhnya.”
Praktik Pilates yang ia ajarkan berakar kuat pada metode klasik. Menurutnya, inilah yang membedakan Pilates dari latihan kekuatan pada umumnya. Bukan soal membangun otot besar, tetapi meningkatkan tonus otot agar tubuh lebih stabil, lebih presisi, dan lebih tahan lama. “Hasilnya sama-sama kuat, tetapi pendekatannya lebih mindful,” ujarnya.
Setiap kelas yang ia pimpin selalu kembali pada enam prinsip inti Pilates: napas, konsentrasi, pemusatan, kontrol, ketepatan, dan aliran. Bagi Windy, prinsip-prinsip itu bukan sekadar teori yang dihafal, melainkan fondasi yang harus dirasakan. “Kalau enam prinsip itu tidak hadir, maka Pilates hanya jadi gerakan mekanis,” katanya.
Perkembangan pesat reformer pilates juga memunculkan tantangan baru: kebutuhan instruktur yang benar-benar kompeten. Windy mengingatkan bahwa profesi ini tidak bisa dijalani hanya dengan pengalaman pribadi atau mengikuti tren. “Instruktur yang baik harus mengikuti teacher training dari sekolah yang sudah memenuhi standar asosiasi,” tegasnya. “Tubuh manusia bukan objek coba-coba. Ada ilmunya, dan itu wajib dipelajari.”

Windy juga menekankan pentingnya menguji gerakan sebelum diberikan kepada peserta. Ini menjadi cara untuk meminimalkan risiko cedera, sekaligus memastikan bahwa latihan sesuai level kemampuan masing-masing murid. “Tidak semua gerakan cocok untuk semua orang. Itulah tugas instruktur: memilihkan yang tepat,” ujarnya.
Melihat banyaknya studio pilates baru yang bermunculan di Bengkulu, Windy menyebut fenomena ini sebagai momentum penting bagi masyarakat untuk lebih peduli pada kesehatan tubuh. Ia sendiri tengah mengembangkan kelas reformer khusus rehabilitasi, terutama bagi mereka yang memiliki masalah tulang belakang dan ibu hamil yang membutuhkan latihan aman dan terstruktur.
“Pilates bukan hanya olahraga,” kata Windy, mengakhiri percakapan. “Ini cara untuk menjaga tubuh tetap waras, stabil, dan kembali seimbang di tengah hidup yang bergerak terlalu cepat.”
