
Jakarta, TeropongJakarta.com – “Bangsa ini bukan miskin modal, tapi miskin mindset,” ujar Karina Rasmita Sembiring, Direktur Utama PT Focus Inter Media, saat ditemui di sebuah kafe di bilangan Jakarta Selatan. Kalimat itu meluncur tanpa jeda, menandai kritik tajam terhadap budaya keluhan yang menurutnya menghambat kemajuan.
Perempuan kelahiran Medan, 23 November itu, dikenal sebagai pendidik dan konsultan pengembangan diri. Sejak 2012, ia mendirikan Focus Inter Media dengan misi sederhana: membantu orang menemukan cara mengubah keterbatasan menjadi peluang.
“Saya dulu juga sering merasa serba kekurangan,” tuturnya. “Tapi saya belajar, kalau kita menunggu modal datang baru bergerak, kita tidak akan mulai-mulai. Kuncinya ada pada keberanian mengambil langkah pertama.”
Langkah awal Karina tak selalu mulus. Dua tahun pertama ia kerap ditolak calon klien. “Mereka bilang, siapa kamu? Pengalamanmu apa? Itu sakit, tapi juga jadi pemicu saya untuk membuat program pelatihan yang benar-benar berguna,” katanya sambil tersenyum tipis.

Kerja keras itu membuahkan hasil pada 2015 – 2017. Nama Focus Inter Media mulai dikenal berkat rekomendasi dari mulut ke mulut. “Saya merasa paling bahagia bukan saat omset naik, tapi ketika melihat peserta berani resign dari pekerjaan toxic dan mulai bisnis kecil-kecilan,” ujarnya.
Pandemi Covid-19 menjadi ujian sesungguhnya. Hampir semua event pelatihan tatap muka dibatalkan. “Saat itu saya punya dua pilihan: berhenti atau beradaptasi,” ujarnya. Karina memilih yang kedua, mengalihkan programnya ke ranah digital dan meluncurkan platform belajar daring.
Hasilnya justru di luar dugaan. “Ternyata krisis itu malah membuka jalan baru. Jangkauan program kami jadi nasional bahkan internasional,” katanya. Pengalaman itu menegaskan keyakinannya bahwa krisis hanyalah momen yang memaksa orang untuk berinovasi.
Meski demikian, Karina tak menutup mata terhadap kesenjangan di masyarakat. Ia menilai akses modal, pendidikan, dan literasi digital masih timpang. “Kalau mentalitasnya tidak diubah, orang akan terus merasa korban keadaan. Itu bahaya,” tegasnya.

Ia mengajak semua pihak untuk berkolaborasi. “Pemerintah perlu mempermudah perizinan dan menyediakan infrastruktur digital yang merata. Tapi masyarakat juga harus siap, harus punya komitmen untuk belajar, bukan hanya mengeluh,” ucapnya.
Karina meyakini perubahan mindset tidak bisa instan. “Butuh pembiasaan, bukan hanya motivasi sesaat. Kalau kita ulang terus kebiasaan baik, itu akan menubuh jadi karakter,” kata Karina, menyitir konsep habitus.
Konsistensi itu juga ia terapkan pada dirinya sendiri. Di tengah kesibukan bisnis, Karina tetap melanjutkan studi hukum di IBLAM School of Law. “Saya ingin jadi contoh bahwa belajar itu seumur hidup. Seorang guru yang baik harus terus mengasah diri,” katanya.
Visinya ke depan ambisius. Karina bermimpi menjadikan Focus Inter Media sebagai pusat pengembangan diri nomor satu di Asia Tenggara. “Saya ingin membangun learning center lengkap, mengembangkan online academy berbasis AI, dan membentuk global alumni network,” jelasnya.

Selain itu, ia berencana mendirikan sekolah gratis untuk masyarakat kurang mampu. “Mimpi saya sederhana: tidak ada anak yang gagal hanya karena tidak punya akses belajar,” ucapnya lirih.
Baginya, kunci sukses dirangkum dalam satu kata: FOCUS Follow One Course Until Success. “Konsistensi itu yang membedakan ide yang berhasil dengan ide yang hanya jadi catatan di buku,” tegasnya.
Menutup percakapan, Karina mengingatkan bahwa perubahan besar selalu dimulai dari langkah kecil. “Setiap orang bisa memulai, bahkan tanpa modal uang. Modal pikiran dan keberanian jauh lebih mahal. Kalau kita berani jalan, peluang akan muncul di sepanjang jalan,” katanya.