
Bogor, TeropongJakarta.com – Meliana, atau yang akrab disapa Meli, bukan sekadar pebisnis makanan kecil-kecilan dari Bogor. Di balik senyum ramah dan unggahan konten positif di Instagram maupun TikTok-nya, tersimpan perjalanan panjang seorang perempuan yang bangkit dari titik terendah hidupnya. Usaha yang kini ia rintis bersama sang ibu bukan sekadar bisnis kuliner, melainkan warisan semangat dan cinta keluarga.
Lulusan SMK ini sempat mencicipi ritme padat sebagai pekerja kantoran di Jakarta sejak 2019. Namun pandemi Covid-19 mengubah segalanya. Pada pertengahan 2021, ia harus menerima kenyataan pahit: di-PHK oleh atasannya. Tak berhenti di situ, di saat yang sama ayahandanya tercinta berpulang karena komplikasi asam lambung dan Covid-19. “Saya sempat merasa dunia runtuh,” ucap Meli pelan.
Masa-masa itu adalah ujian. DBD yang sempat membuatnya terbaring menambah pukulan telak bagi semangat hidupnya. Tapi Meli bukan perempuan yang mudah menyerah. Perlahan ia dan ibunya kembali berdiri, meneruskan usaha makanan rumahan yang mereka rintis dari nol. “Kami mulai dari dapur kecil, dengan semangat besar,” katanya.

Kini, lima tahun sudah Meli menekuni dunia wiraswasta. Usahanya mulai dikenal dari mulut ke mulut. Ia mulai belajar tentang pemasaran, manajemen stok, hingga strategi promosi digital. Meli juga rajin mengikuti pelatihan bisnis daring. “Yang penting terus belajar, meskipun dari rumah,” ujarnya.
Di luar dapur dan pelanggan, Meli tetap memelihara jiwanya melalui seni. Ia gemar menyanyi, bermain musik, menulis dan membaca puisi. Bahkan ia sempat memproduseri sendiri rekaman cover lagu-lagu favoritnya. “Bukan untuk komersil, tapi sebagai ungkapan hati,” katanya mengenang masa-masa sekolah yang penuh ekspresi kreatif.
Sejak SMP, Meli sudah tampil menonjol. Ia pernah menjadi ketua kelas dua kali dan aktif di kegiatan kerohanian. Saat SMK, ia didaulat sebagai Duta Anti Perundungan. “Saya percaya setiap anak berhak merasa aman dan dihargai,” ujarnya, mengingat peran aktivis kecilnya itu.

Namun mungkin satu hal yang paling tak terduga dari perjalanan Meli adalah pertemuannya dengan idolanya sejak lama, Maudy Ayunda. Meli mengaku menjadi penggemar Maudy sejak duduk di bangku SMP. “Saya sering berpikir, rasanya nggak mungkin bisa ketemu langsung,” katanya.
Tapi mimpi kadang punya jalannya sendiri. Pada Desember 2024, Meli diundang ke peluncuran album keempat Maudy Ayunda, Pada Suatu Hari. Di acara itu, ia bukan hanya hadir sebagai tamu, melainkan mendapat kesempatan bertanya langsung kepada Maudy. “Saya gemetar, tapi bahagia sekali,” ucapnya. Ia bahkan bisa berbicara dan berfoto bersama sang idola.
Momen itu menjadi penguat keyakinan Meli untuk terus melangkah. Bagi Meli, Maudy adalah simbol perempuan tangguh, cerdas, dan tidak takut bermimpi besar. “Kalau Maudy bisa, kenapa saya harus berhenti bermimpi?” katanya, matanya berbinar.

Kini di usia 27 tahun, Meli sedang memantapkan langkah. Ia bertekad membesarkan bisnisnya dan menjadi inspirasi bagi banyak perempuan muda. Konten-konten positifnya di media sosial tak hanya soal jualan, tetapi juga cerita tentang bangkit dari keterpurukan dan terus bergerak.
Bagi Meli, hidup adalah tentang bersyukur dan terus berjuang. “Perjuangan itu memang tidak selalu manis. Tapi dari rasa pahit itulah kita belajar menghargai setiap kemajuan kecil,” ujarnya. Ia percaya bahwa selagi ada doa dan semangat, tak ada mimpi yang terlalu tinggi untuk diraih.