
Kalimantan, TeropongJakarta.com – Senyumnya bisa meluluhkan hati, tubuhnya mungil, tapi urusan nyali Naomi Sachie tak kalah dari para petualang. Dari Sangatta, Kalimantan Timur, ia memulai perjalanan yang membuatnya akrab dengan kata merantau dan “bertarung” di banyak medan.
Jakarta, Medan, Jogja, hingga Makassar peta hidup Naomi dipenuhi titik-titik kota besar yang pernah ia taklukkan. Jakarta jadi rekor terlama, delapan tahun, tempat ia menambal mimpi sekaligus menelan pahitnya kenyataan.
Namun sejauh kaki melangkah, tanah kelahiran tetap memanggil. Debu merah, hamparan hijau, dan aroma tanah basah Kalimantan Timur menjadi pengingat: ia punya akar yang tak bisa dicabut. “Kalimantan itu darahku,” ujarnya tegas.
Darah bisnis pun mengalir deras di keluarganya. Hampir semua kerabatnya pengusaha. “Aku perempuan yang gak bisa diam,” katanya sambil tertawa. Bagi Naomi, berdagang bukan pekerjaan ini naluri bawaan.
Kini ia mengelola usaha yang berderet: kuliner, minuman, rental PlayStation, sampai produk herbal. Semua berjalan bersamaan, teratur, nyaris tanpa celah. Kuncinya? “Manajemen waktu dan orang yang tepat,” ujarnya mantap.
Namun di balik sukses itu, ada kelemahan yang jadi pintu masuk bagi para penipu. Naomi mengaku terlalu mudah kasihan. “Aku gak tegaan,” katanya. Kalimat sederhana yang ternyata mahal biayanya.

Ia pernah memberi pinjaman modal kepada orang yang ia anggap teman. Balasannya? Hilang tanpa jejak. “Banyak yang utang lalu lari. Semua cuma karena modal percaya,” ujarnya, menyisakan nada getir di ujung kalimat.
Bagi sebagian orang, pengalaman itu cukup untuk mengeras. Tapi Naomi memilih tetap jadi dirinya perempuan yang tak segan membantu, meski kadang harus menangis sendiri. “Kalau aku tutup hati, aku bukan Naomi lagi,” katanya.
Meski begitu, ia tak naif. Kini ia belajar membaca gelagat, memisahkan mana yang benar-benar butuh dan mana yang hanya memanfaatkan. “Percaya itu boleh, polos jangan,” ujarnya, setengah menggoda.
Harapannya sederhana tapi besar: sukses, dan bermanfaat untuk banyak orang. “Kalau cuma kaya, banyak yang bisa. Tapi kalau bikin hidup orang lain lebih baik, itu baru prestasi,” ucapnya.

Di tengah dunia yang kadang bengis, Naomi memilih jalannya sendiri. “Mau sekeras apapun dunia menghantam, aku tetap perempuan manis yang punya berjuta energi untuk ceria,” katanya. Sebuah pernyataan yang lebih mirip janji hidup.
Dan begitulah Naomi Sachie: dari Sangatta, mengarungi kota-kota, mencicipi manis dan pahit, jatuh lalu bangkit lagi. Tubuhnya mungil, tapi langkahnya besar dan tak terbendung.