
Surabaya, TeropongJakarta.com – Di Keputih, Surabaya, pagi-pagi sekali, suara sepatu lari beradu dengan aspal sering kali terdengar dari gang-gang kecil. Itu Tika Putri, perempuan yang kini tak hanya dikenal sebagai ibu dari empat anak, tetapi juga pebisnis kuliner rumahan yang terus menanjak namanya. Sambil menyeka keringat selepas berlari, Tika tersenyum. “Justru dari olahraga saya dapat energi untuk menjalani hari,” ujarnya.
Tika bukan pelari biasa. Ia tergabung dalam komunitas lari GG Run Surabaya, yang rutin menggelar sesi lari pagi di berbagai sudut kota. Di tengah kesibukan sebagai ibu rumah tangga, komunitas itu memberinya ruang untuk tetap aktif dan termotivasi. “Lari bareng teman-teman satu komunitas itu jadi semangat sendiri,” katanya.
Olahraga bagi Tika bukan semata aktivitas fisik. Ia adalah bahan bakar. Enam kali seminggu ia jalani rutinitas sehatnya: dari yoga, pilates, gym, hingga lari. Hanya satu hari yang ia luangkan untuk beristirahat, atau menyesuaikan dengan kebutuhan keluarga. “Kalau enggak olahraga, saya bisa tantrum sendiri,” kelakarnya sambil tertawa.

Rutinitas padat tak membuat Tika menyerah. Ia justru menatanya menjadi irama hidup yang dinamis. Pagi, ia antar anak-anak ke sekolah. Setelahnya, olahraga menjadi prioritas. Siang hari ia bersiap membuka usaha pujasera, menyambut para pembeli yang mulai berdatangan saat jam makan siang. “Jam 11.00 saya sudah harus di lokasi. Tapi tetap, kalau anak-anak pulang sekolah, saya usahakan bisa menjemput mereka juga,” katanya.
Keputusannya untuk berwirausaha di bidang kuliner bukan tanpa alasan. Bagi Tika, usaha ini memungkinkan dirinya tetap dekat dengan anak-anak. “Saya ingin tetap bisa memantau tumbuh kembang mereka. Karena itulah usaha yang fleksibel jadi pilihan saya,” jelasnya.
Namun, bukan berarti perjalanan itu tanpa dilema. Sebagai ibu bekerja, Tika kerap dihantui rasa bersalah karena tak selalu hadir penuh di rumah. Tapi ia menyadari, ini semua dilakukan demi keluarga. “Kita saling menghargai. Anak-anak pun belajar memahami bahwa ibunya bekerja juga untuk mereka,” tuturnya.

Di balik kedisiplinan dan konsistensi Tika, ada filosofi hidup yang ia genggam erat: menjadi sehat di usia tua agar tak merepotkan anak-anak. “Saya enggak mau jadi beban di usia 70 nanti. Saya ingin tetap sehat, tetap bisa mandiri,” ujarnya, setengah bercanda.
Usaha kulinernya yang kini dikenal dengan nama Rombong Kepo bukanlah bisnis biasa. Konsepnya lahir dari keresahan seorang ibu terhadap makanan anak-anak yang banyak mengandung MSG. “Anak saya alergi. Dari situ saya mulai bikin camilan sehat sendiri. Eh, ternyata disukai juga sama teman-teman,” kata Tika.
Kini, Rombong Kepo berkembang menjadi usaha yang tak hanya menjual makanan, tetapi juga membawa semangat inovasi dan kerapian. Warungnya tertata apik, menu ditata rapi, dan semua produk minim bahan tambahan berbahaya. “Saya percaya makanan sehat juga bisa enak dan menarik,” ujar Tika.

Konsistensinya berolahraga dan membesarkan bisnis justru menjadi inspirasi bagi ibu-ibu muda di sekitarnya. Tika tak pelit berbagi tips. Baginya, rahasia produktivitas adalah manajemen waktu dan niat. “Olahraga enggak harus ke gym. Di rumah juga bisa, asal rutin. Cukup 30 menit sehari, sudah cukup menjaga badan,” jelasnya.
Ia ingin para ibu muda tidak terjebak dalam rutinitas domestik yang membuat diri sendiri terabaikan. “Jangan lupa jaga tubuh. Karena tubuh kita ini alat utama untuk membesarkan anak-anak dan menjalani hidup,” katanya tegas.
Dari Keputih, semangat Tika menjalar. Ia bukan hanya pelari pagi, bukan hanya penjual camilan. Ia adalah potret ibu modern yang tak berhenti melaju di dua lintasan: rumah dan dunia. Dan ia terus berlari, dengan senyum dan peluh yang tak pernah kehilangan arah.