
Lampung, TeropongJakarta.com Di tengah kesibukan dan rutinitas yang padat, Erisa Ica, seorang perempuan 34 tahun asal Lampung, menemukan oase ketenangan lewat lari pagi. Tak sekadar menjadi olahraga harian, aktivitas ini perlahan berubah menjadi ruang perenungan, perawatan diri, bahkan sumber kebahagiaan yang hakiki.
“Dulu aku suka olahraga, tapi jarang lari. Mungkin karena kurang teman dan belum nemu komunitas yang cocok. Jadinya ya larinya tipis-tipis aja,” kata Erisa, mengenang masa-masa awalnya. Namun, semua berubah ketika ia bergabung dengan komunitas pelari, termasuk dukungan dari Female Guide Runners (FG) yang membuat semangatnya menyala kembali.
Seiring meningkatnya tren hidup sehat, olahraga lari kini semakin diminati, terutama oleh perempuan. Banyaknya event lari dan komunitas yang inklusif menjadikan kegiatan ini lebih mudah diakses. Erisa pun merasa semakin termotivasi untuk berlatih secara konsisten. “Sekarang tiap mau race tuh rasanya senang banget, bawaannya jadi happy,” katanya sambil tertawa.

Lari di pagi hari memberikan efek yang signifikan bagi fisik dan mental Erisa. Ia mengaku menjadi lebih segar, tenang, dan mudah mengendalikan emosi. “Semua beban kerja seminggu rasanya bisa dilepasin lewat lari. Aku juga jadi nggak gampang marah dan lebih bisa ngontrol mood,” ujarnya.
Perubahan positif juga terlihat dari penampilan fisiknya. Teman-teman Erisa bahkan sering mengira usianya masih di akhir 20-an. “Kata mereka aku nggak kelihatan umur 34 tahun. Mungkin karena rutin olahraga ya,” kata Erisa sambil tersenyum.
Menurutnya, olahraga bukan hanya soal kebugaran, tapi juga bentuk penghargaan terhadap diri sendiri. “Lari itu bagian dari self-care. Kita merawat tubuh, mental, dan emosi. Energi positif yang dihasilkan setelah olahraga itu luar biasa banget,” ucapnya.

Sebagai perempuan berhijab, Erisa juga menaruh perhatian pada kenyamanan berpakaian saat berlari. Ia memilih busana yang longgar, menyerap keringat, namun tetap terlihat pantas dan stylish. “Penting banget buat milih baju yang nyaman tapi tetap sopan. Jadi tetap bisa bergerak bebas tanpa khawatir,” katanya.
Aktivitas fisik seperti lari juga menjadi waktu ‘me time’ yang berkualitas. Di sela-sela peran ganda sebagai wanita, mulai dari bekerja hingga merawat keluarga, Erisa merasa lari menjadi momen intim untuk kembali ke diri sendiri. “Wanita itu banyak berkorban, dari hamil, melahirkan, menyusui. Olahraga bisa jadi waktu terbaik untuk menyayangi diri,” ujarnya.
Kini, pagi hari tak lagi terasa berat bagi Erisa. Justru ia menjadi seorang morning person yang rela bangun lebih awal demi menghindari panas dan menikmati udara segar. “Kalau udah tahu manfaatnya, bangun pagi tuh malah semangat,” tuturnya.

Ia pun mengajak para perempuan lainnya untuk tidak ragu memulai langkah kecil lewat olahraga. “Nggak usah nunggu siap. Sekecil apapun olahraga yang kamu lakukan hari ini, dampaknya besar buat hidup kamu ke depan,” ucap Erisa penuh semangat.
Kisah Erisa menjadi gambaran bagaimana olahraga lari bisa menjadi sarana transformasi diri, bukan hanya dari sisi fisik, tapi juga jiwa. Di tengah dunia yang terus bergerak cepat, langkah-langkah kecil di pagi hari bisa jadi awal perubahan besar.
Dengan semangat yang tumbuh setiap kilometer, Erisa membuktikan bahwa lari bukan hanya tentang kecepatan, tetapi tentang keberanian untuk mengenal dan mencintai diri sendiri lebih dalam setiap hari.