Denpasar, TeropongJakarta.com – Di tengah derasnya arus modernisasi dan kemajuan teknologi, profesi guru sering kali dipersempit hanya sebatas tugas mengajar di kelas. Namun bagi Ida Ayu Inten Indriasasmita, S.Pd, guru Bahasa Inggris di SMK Negeri 1 Denpasar, makna menjadi guru jauh lebih luas dan mendalam. Ia percaya, seorang guru bukan hanya pengajar, tetapi juga penuntun, pembimbing karakter, dan penjaga cahaya nilai kemanusiaan di tengah perubahan zaman.
“Guru masa kini bukan sekadar sumber pengetahuan, tapi penuntun arah agar generasi selanjutnya mampu menemukan jati dirinya di tengah perubahan zaman,” ujarnya dengan nada penuh keyakinan.
Setiap kali berdiri di depan kelas, Ida Ayu tidak hanya membawa buku pelajaran, tetapi juga membawa semangat untuk menyalakan rasa ingin tahu siswanya. Ia melihat pendidikan bukan sebagai rutinitas akademik, melainkan perjalanan membangun manusia. “Menumbuhkan semangat belajar berarti menumbuhkan rasa ingin tahu, bukan memaksakan hafalan. Guru adalah penyala api yang membuat siswa terus mencari, bertanya, dan berani bermimpi,” katanya.

Di kelas, ia lebih banyak mengajak siswa untuk berpikir kritis, berdiskusi, dan berani berbeda pendapat. Ia tidak ingin siswanya sekadar menghafal rumus atau tata bahasa, tetapi mampu memahami konteks dan menggunakannya dalam kehidupan nyata. “Bahasa Inggris itu bukan hanya soal grammar, tapi tentang bagaimana kita berkomunikasi, memahami orang lain, dan terbuka terhadap dunia,” ujarnya.
Ida Ayu menyadari bahwa generasi muda sekarang tumbuh di dunia yang serba cepat. Informasi datang silih berganti, teknologi berkembang tanpa henti. Maka tugas guru, baginya, bukan lagi menjadi satu-satunya sumber pengetahuan, melainkan menjadi penuntun arah agar siswa mampu menyaring, memahami, dan menggunakan pengetahuan secara bijak.
Di tengah gempuran digital, Ida Ayu merasa bahwa pendidikan yang menanamkan nilai dan empati menjadi semakin penting. Ia menilai bahwa kecerdasan emosional dan moral tak kalah penting dibanding kecerdasan intelektual. “Menanamkan empati dan berpikir kritis bukan sekadar lewat teori moral atau ceramah, tetapi melalui pembiasaan, keteladanan, dan pengalaman belajar yang nyata,” ujarnya.
Baginya, guru bukan hanya mengajar tentang benar dan salah, tapi memberi ruang bagi siswa untuk merasakan dan memahami. “Ketika siswa bisa merasakan sebelum menilai dan menganalisis sebelum menyimpulkan, di situlah pendidikan mencapai maknanya yang sejati,” ucapnya lembut.

Ida Ayu kerap mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan lewat contoh kecil seperti menghargai pendapat teman, mendengarkan sebelum berbicara, dan belajar dari kesalahan tanpa takut dihukum. “Saya ingin murid saya tahu bahwa belajar itu bukan tentang siapa yang paling benar, tapi siapa yang paling mau berkembang,” tambahnya.
Bagi Ida Ayu, profesi guru bukanlah sekadar pekerjaan, melainkan panggilan jiwa. Ia menyadari banyak tantangan: kurikulum yang sering berubah, tekanan administratif, hingga adaptasi teknologi yang tak ada habisnya. Namun, semua itu tak menyurutkan langkahnya. “Menjadi guru di tengah derasnya arus perubahan dunia pendidikan adalah sebuah panggilan jiwa, bukan sekadar profesi,” ujarnya tegas.
Ia percaya, teknologi dapat membantu proses belajar, tetapi tak akan pernah menggantikan peran manusia. “Teknologi bisa membuat belajar lebih mudah, tapi tidak bisa menggantikan sentuhan kasih, keteladanan, dan empati yang hanya bisa diberikan guru,” katanya.

Ida Ayu selalu menanamkan semangat belajar sepanjang hayat, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk siswanya. Ia percaya bahwa guru sejati adalah mereka yang tidak pernah berhenti belajar. “Selama guru masih mau belajar, mencintai, dan memberi makna, maka pendidikan akan terus memiliki harapan,” ucapnya.
Pesannya untuk rekan-rekan guru di seluruh Indonesia sederhana tapi dalam: “Tetaplah berdaya, tetaplah belajar, dan tetaplah menginspirasi.” Menurutnya, dunia boleh berubah, kurikulum boleh berganti, tapi nilai kemanusiaan dan dedikasi seorang guru akan selalu menjadi inti dari pendidikan.
“Guru bukan sekadar pengajar,” katanya menutup perbincangan dengan senyum lembut, “tetapi penjaga cahaya yang menuntun generasi menuju masa depan.”
