
Jakarta, TeropongJakarta.com – Tepat pukul 23.00 WIB, Minggu malam 17 Agustus 2025, Kyai Merah seorang ulama karismatik asal Purworejo akhirnya memulai ikrar spiritualnya: mengelilingi Monumen Nasional (Monas). Meski kondisi tubuhnya belum pulih sepenuhnya, ulama kharismatik asal Purworejo itu meneguhkan niat. Tema ritual kali ini: 8008, menandai HUT ke-80 Republik Indonesia yang jatuh di bulan kedelapan tahun ini.
Sejak pagi, Kyai Merah sempat tertunda. Demam dan kelelahan membuatnya beristirahat lebih lama dari jadwal yang direncanakan. Namun menjelang tengah malam, ia menolak menyerah. “Ini momentum sakral. Tak mungkin saya tinggalkan, karena sudah dimulai dari Tidar yang banyak orang tahu sebagai pakunya Jawa,” ujarnya lirih sebelum melangkah.
Kawasan Monas malam itu bukan hanya dipenuhi peziarah spiritual. Sebuah konser musik memeriahkan panggung kemerdekaan, menambah riuh suasana. Dentuman musik bersahutan dengan langkah perlahan Kyai Merah yang mengenakan jubah merah dan baret khasnya.
Kontras pun tercipta. Di tengah sorak sorai pengunjung konser, sosok bersahaja itu melangkah teguh, menapaki jalan setapak yang melingkari tugu 132 meter tersebut. Tidak sedikit mata yang beralih dari panggung ke arah pria berusia 50 tahun itu.
Salah satunya Diran, pengunjung asal Depok. Awalnya ia mengira sosok itu bagian dari atraksi hiburan malam kemerdekaan. Namun setelah bertanya kepada santri yang mendampingi, ia terkejut. “Saya kaget, ternyata beliau ulama asal Purworejo Jawa Tengah yang sedang melakukan doa untuk bangsa. Kagum sekali, niatnya tulus,” katanya.
Bagi sebagian pengunjung, langkah Kyai Merah justru menjadi pengingat bahwa kemerdekaan tak hanya dirayakan dengan pesta dan musik, melainkan juga dengan doa dan laku spiritual. Sejumlah warga terlihat ikut berjalan, sekadar menyesuaikan langkah, atau melantunkan doa dalam hati.
Namun perjalanan itu tak berlangsung lama. Tepat pukul 23.30 WIB, petugas keamanan Monas memberi tanda bahwa kawasan akan segera ditutup. Kyai Merah yang baru menuntaskan beberapa putaran pun terpaksa menghentikan langkahnya. “Batas waktu harus ditaati, insya Allah akan saya lanjutkan,” katanya tenang.
Meski terhenti, aura khidmat tetap terasa. Jubah merahnya berkibar diterpa angin malam, wajahnya pucat, namun sorot matanya tak pudar. “Yang penting niat sudah dimulai, langkah sudah diambil,” ucap Mr Wage salah seorang santri mendampingi dari kejauhan.
Tema 80 08 yang diusung Kyai Merah bukan sekadar simbol angka. Baginya, angka 80 menandai usia kemerdekaan bangsa, sedangkan angka 08 melambangkan angka Sakral Bapak Presiden Prabowo Subianto. “Semoga Indonesia menjadi mercusuar dunia dan Bapak Presiden Prabowo Subianto diberikan kesehatan untuk menuntaskan amanahnya,” tutur Kyai Merah.
Bagi sebagian orang, momen itu terasa janggal: seorang ulama berjalan pelan mengitari Monas di antara dentuman musik konser. Namun justru di situlah makna hadir: kemerdekaan bisa dirayakan dengan cara berbeda pesta rakyat di satu sisi, doa sunyi di sisi lain.
Meski hanya sempat melangkah kurang dari setengah jam, kehadiran Kyai Merah meninggalkan kesan mendalam bagi mereka yang melihat. “Di tengah hiruk pikuk konser, ada sosok yang memilih berdoa. Itu menggetarkan hati saya,” kata Diran.
Ritual itu memang baru dimulai, namun Kyai Merah berjanji akan melanjutkan ikrar 80 putaran di waktu berikutnya. Baginya, doa untuk Indonesia tak boleh putus, meski langkah kakinya sempat tertahan. “Ritual ini akan selesai, karena doa untuk negeri harus tuntas,” katanya, sebelum meninggalkan Monas malam itu.