
Bandung, TeropongJakarta.com – Menjalani dua jurusan berbeda di dua kampus bukanlah perkara mudah. Namun, bagi Nafilah Hamasah Muslimat, S.Pd, tantangan ini menjadi bagian dari perjalanan akademiknya yang penuh makna. Dengan tekad kuat, ia memilih untuk mendalami Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD) dan Psikologi sebagai modal utama untuk meneruskan perjuangan keluarganya dalam dunia pendidikan.
“Nama adalah amanah sepanjang hayat. Arti nama saya sendiri adalah seorang Muslimah yang bersemangat dalam melakukan ibadah tambahan. Bagi saya, belajar adalah bentuk ibadah, sehingga saya ingin menimba ilmu sebanyak mungkin,” ungkap Nafilah dalam wawancara eksklusif.
Lahir dalam keluarga yang menjunjung tinggi pendidikan, ia terinspirasi dari ibunya yang bergelar doktor dan mendirikan Sekolah Tahfidzpreneur di Bandung. Sejak dini, Nafilah memahami pentingnya pendidikan berkualitas dan bagaimana ilmu yang luas dapat memberikan dampak besar bagi masyarakat.
Menjalani dua jurusan secara bersamaan bukanlah hal yang mudah. Manajemen waktu menjadi tantangan utama, terutama saat jadwal kuliah berbenturan. “Saya menerapkan sistem prioritas berbasis urgensi dan dampak jangka panjang. Jika ada ujian di satu jurusan dan tugas besar di jurusan lain, saya harus bisa menganalisis mana yang lebih mendesak,” jelasnya.
Untuk mendukung pembelajarannya, Nafilah mengembangkan strategi belajar yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap bidang. “PIAUD lebih menekankan praktik dalam mendesain kurikulum dan metode pembelajaran anak, sedangkan Psikologi lebih banyak ke analisis teoritis dan penelitian. Saya harus menyesuaikan cara belajar agar bisa memahami keduanya dengan efektif,” tambahnya.

Selain akademik, keseimbangan antara kesehatan fisik dan mental menjadi prioritas bagi Nafilah. “Saya selalu menyempatkan diri untuk olahraga dan melakukan hobi seperti melukis sebagai bentuk self-care. Dengan begitu, saya tetap bisa menjaga fokus dan semangat belajar.”
Dalam perjalanannya, ia mendapati bahwa PIAUD dan Psikologi memiliki perbedaan mendasar namun saling melengkapi. “PIAUD lebih pada pendekatan praktis dalam dunia pendidikan, sementara Psikologi membantu memahami perkembangan manusia dari berbagai aspek. Dengan kombinasi keduanya, saya bisa lebih kritis dalam melihat kebijakan pendidikan dan kesejahteraan peserta didik.”
Selain mengejar akademik, Nafilah juga aktif dalam berbagai konferensi internasional. Pada 2021, ia mengikuti International Movement Student Leadership Academy di Turki yang di selenggarakan oleh Student Leadership Academy, sebagai delegasi termuda. “Saya mempresentasikan gagasan tentang peran sosial pemuda di masa COVID-19. Itu menjadi pengalaman tak terlupakan karena saya bisa bertukar wawasan dengan peserta dari berbagai negara,” katanya.

Tak berhenti di Turki, ia juga terlibat dalam Golden Generation International Conference di Dubai di selenggarakan oleh Abdination Indonesia “Pengalaman di UEA sangat berkesan. Saya bisa belajar tentang sistem pendidikan, kesejahteraan sosial, serta infrastruktur yang luar biasa. Kami juga berdiskusi dengan KJRI Dubai dan PPI Emirat terkait peluang beasiswa dan pendidikan di sana.”
Nafilah juga sempat mengikuti International Women Summit di Malaysia dan Singapura di selenggarakan oleh Yayasan Duta Inspirasi Indonesia, yang membahas isu SDGs terkait pendidikan dan kesetaraan gender. “Semua pesertanya adalah perempuan yang ingin berkontribusi bagi dunia. Diskusi bersama perwakilan KBRI dan teman-teman dari University Malaya membuka perspektif saya tentang peran perempuan dalam pembangunan.”
Baginya, ilmu tidak terbatas dan bisa dijelajahi melalui berbagai jalur, termasuk kegiatan internasional. “Kuncinya adalah keseimbangan antara komitmen, konsistensi, dan kapabilitas. Jika kita berani melangkah, kesempatan akan selalu ada,” ujarnya.
Saat memasuki semester tujuh, Nafilah mendapatkan kesempatan magang penuh sebagai Asisten Psikolog dengan fokus pada Psikologi Perkembangan dan Pendidikan. “Saya bersyukur bisa mengenal dunia kerja sebelum lulus. Magang ini membuka peluang relasi profesional dan memungkinkan saya menerapkan teori secara langsung,” katanya.

Dalam prosesnya, ia semakin memahami pentingnya pendekatan psikologi dalam dunia pendidikan. “Banyak tantangan dalam pendidikan anak, terutama dalam menangani anak berkebutuhan khusus. Dengan latar belakang Psikologi dan PIAUD, saya ingin memberikan kontribusi nyata dalam menciptakan pendidikan yang lebih inklusif.”
Nafilah juga aktif di berbagai organisasi sosial dan kepemudaan. Ia terlibat dalam komunitas yang membantu anak-anak kurang mampu mendapatkan akses pendidikan dan bimbingan belajar gratis. “Saya ingin pendidikan berkualitas bisa dirasakan oleh semua anak, tidak hanya mereka yang mampu secara finansial,” tuturnya.
Dalam menghadapi tantangan akademik dan profesional, dukungan keluarga menjadi salah satu kunci utama. “Keluarga saya selalu mengingatkan bahwa ilmu adalah investasi jangka panjang. Saya bersyukur mereka selalu mendukung keputusan saya dalam menjalani dua jurusan ini.”
Melihat masa depan, Nafilah bercita-cita untuk membangun sistem pendidikan yang lebih integratif antara aspek akademik dan psikologi. “Saya ingin menciptakan program yang tidak hanya berfokus pada kurikulum akademik, tetapi juga pada kesejahteraan mental dan emosional anak-anak.”

Dalam waktu dekat, ia berencana melanjutkan studi ke jenjang magister dengan fokus pada Psikologi Pendidikan. “Saya ingin lebih mendalami intervensi psikologi yang dapat diterapkan dalam pendidikan anak usia dini, sehingga bisa memberikan kontribusi yang lebih besar.”
Menutup wawancara, Nafilah berbagi pesan bagi para mahasiswa dan pemuda yang ingin berkembang. “Jangan takut untuk keluar dari zona nyaman. Ilmu itu luas dan bisa ditemukan di mana saja. Yang penting, kita harus konsisten dan memiliki niat yang kuat untuk bermanfaat bagi orang lain.”
Dengan semangat dan tekadnya, Nafilah Hamasah Muslimat membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk terus berkembang. Perjalanannya masih panjang, dan ia siap memberikan dampak lebih besar bagi dunia pendidikan di masa depan.