
Palangka Raya, TeropongJakarta.com – Di sebuah pagi yang teduh, di sudut SMA Muhammadiyah 1 Palangka Raya, terdengar suara lembut memanggil siswa-siswi untuk mulai pelajaran. Di balik papan tulis, berdiri seorang guru muda dengan senyum hangat. Dialah Sofia Qolbu Ghena, sosok yang percaya bahwa menjadi guru bukan sekadar profesi, melainkan amanah untuk menebarkan ilmu dan kebaikan.
Sejak kecil, Sofia sering mengulang doa dalam hati: ia ingin menjadi orang yang bermanfaat. “Aku ingin selalu menjadi orang yang menebar kebaikan,” katanya. Doa itu seolah dijawab Tuhan ketika ia diberi kesempatan menjadi pengajar Bahasa Arab. Baginya, profesi ini bukan hanya jalan rezeki, tapi juga ladang amal.
“Rasa bahagia terbesar saya adalah ketika murid berkata, ‘Iya, Bu, saya paham.’ Saat itu saya merasa berhasil, merasa menjadi perantara cahaya,” ujar Sofia, matanya berbinar. Ia percaya ilmu adalah cahaya, dan guru hanyalah perantara yang menuntun murid keluar dari kegelapan ketidaktahuan.

Sofia tak pernah lupa menyebut doa orang tua dan guru sebagai bekal utama dalam setiap langkahnya. “Saya tumbuh dengan keyakinan bahwa keberkahan ilmu datang dari doa orang-orang yang mencintai kita,” katanya. Setiap kali mengajar, ia berusaha menghadirkan hati yang ikhlas, agar murid-muridnya bukan hanya belajar tata bahasa, tapi juga nilai-nilai kehidupan.
Ketekunannya membuahkan hasil. Tahun ini, Sofia diberi kesempatan untuk melangkah keluar dari ruang kelas dan tampil di panggung yang lebih besar: ia terpilih sebagai Putri Hijab Influencer Kalimantan Tengah. Bagi Sofia, ini bukan sekadar gelar, melainkan amanah baru untuk menebar inspirasi.
“Saya ingin menunjukkan bahwa guru muda berhijab bukan hanya sosok di balik papan tulis,” ujarnya. Menurutnya, hijab bukan penghalang untuk berkarya, melainkan identitas yang memperkuat nilai diri. Di panggung influencer, ia ingin menghadirkan wajah guru yang sederhana, dekat dengan murid, namun memiliki mimpi besar.

Di tengah kesibukan mengajar, Sofia memanfaatkan media sosial sebagai sarana dakwah kebaikan. “Media sosial bagi saya adalah alat, bukan tujuan,” katanya. Ia mengaku selalu menimbang setiap konten: apakah membawa manfaat, apakah pantas dibagikan. Jika iya, ia unggah. Jika tidak, ia lebih memilih menahan diri.
Pendekatan ini membuat akun media sosialnya dipenuhi konten inspiratif dari tips belajar Bahasa Arab hingga pesan motivasi. Murid-muridnya pun ikut merasakan dampak positifnya. “Mereka bilang, Bu, saya jadi semangat belajar karena lihat konten ibu di Instagram,” ujarnya sambil tersenyum.
Bagi Sofia, dunia digital dan dunia pendidikan bukanlah dua hal yang bertentangan. Keduanya justru saling melengkapi. Ia percaya guru perlu hadir di ruang-ruang yang dijangkau muridnya, termasuk ruang maya. Dengan begitu, nilai-nilai kebaikan bisa menjangkau lebih banyak hati.

Namun, di balik semangatnya, Sofia mengakui profesi guru tetap penuh tantangan. Ada rasa lelah, ada tuntutan kesabaran ekstra. “Tapi justru di situlah nilai jihadnya,” katanya. Setiap peluh, setiap kata yang ia ucapkan di kelas, diyakininya sebagai investasi amal yang kelak kembali dalam bentuk keberkahan.
Ketika ditanya mimpinya sepuluh tahun mendatang, mata Sofia menerawang jauh. “Saya ingin tetap berada di jalan ilmu dan kebaikan,” katanya pelan. Ia ingin murid-muridnya tumbuh menjadi generasi cerdas, berakhlak, dan percaya diri dengan identitas keislamannya.
Dan untuk masyarakat luas, Sofia berjanji akan terus menghadirkan karya, baik lewat pendidikan, kegiatan sosial, maupun media. “Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. Itu yang ingin saya wujudkan,” ujarnya menutup percakapan.