
Bekasi, TeropongJakarta.com – Selepas delapan jam bekerja di perusahaan otomotif Jepang, Nur Anita tidak buru-buru menutup hari. Ketika kebanyakan orang mencari istirahat, ia justru membuka lembaran kedua: dunia digital. Kamera ponsel, ring light, dan segelas kopi menjadi senjata untuk melahirkan konten kecantikan, kuliner, hingga gaya hidup.
Hidup Anita adalah soal disiplin membelah waktu. Weekdays ia habiskan di Bekasi, weekend kembali ke Jakarta. Ritme ini dijalani bertahun-tahun, dengan satu tujuan: menyeimbangkan karier profesional dan hasrat kreatif. “Untuk daily biasanya aku buat konten after working hour. Kalau visit biasanya aku di weekend,” ujarnya.
Keputusan memilih niche beauty dan lifestyle bukan hasil hitung-hitungan algoritma. Itu murni cermin dari keseharian. Anita mengaku sejak lama suka mencoba produk makeup, jalan-jalan, hingga berbagi cerita sederhana di media sosial. “Jadi bisa jadi diri sendiri aja,” katanya.

Publik rupanya menangkap kejujuran itu. Ulasan singkat seputar lipstik atau catatan perjalanan di akhir pekan kerap memancing komentar. Di tengah ramainya industri konten yang serba artifisial, respons audiens membuat Anita percaya diri untuk terus konsisten.
Travelling dan kuliner menjadi jalur ekspresi lain. Bagi Anita, membagikan pengalaman mencicipi makanan atau menjelajah kota baru bukan sekadar hiburan. Itu juga menjadi cara ia menukar informasi dengan komunitas digital yang sama-sama haus akan pengalaman baru.
Kecintaan pada perjalanan menumbuhkan mimpi yang lebih jauh. Ia ingin suatu hari memiliki bisnis travel sendiri. Bukan sekadar agen perjalanan, melainkan usaha yang dekat dengan dunia anak muda ringkas, personal, dan Instagrammable. “Lebih enak kalau kerja ada kaitannya dengan hobi. Pasti totalitas dan happy-nya gak terbayar,” ujarnya.

Di titik ini, Anita seakan sedang menapaki dua jalan sekaligus: seorang karyawan di perusahaan otomotif multinasional, dan seorang kreator yang merancang masa depan berbasis passion. Dua dunia yang tampak berlawanan itu justru ia sulam jadi satu kesatuan.
Namun, ada harga yang harus dibayar. Kelelahan dan rasa malas sering mengintai. “Manage waktu dan merubah mindset untuk selalu produktif. Apalagi kalau lagi banyak kerjaan kantor, melawan rasa males after working hour tuh effort banget,” katanya.
Meski begitu, Anita selalu menemukan kompensasi. Rasa puas ketika sebuah konten rampung, komentar hangat dari audiens, hingga kesempatan menjajal hal-hal baru membuat lelah seakan hilang. Bagi dia, produktivitas setelah jam kerja bukan beban, melainkan pelarian.

Ia percaya, mimpi besar tidak jatuh dari langit. Konsistensi, bahkan di tengah letih, adalah modal utama. Di matanya, passion hanya akan bernilai jika dikerjakan dengan disiplin, bukan sekadar slogan motivasi.
Di antara macet Bekasi dan hiruk pikuk Jakarta, Nur Anita menegaskan bahwa dua dunia bisa dipeluk sekaligus. Otomotif memberi disiplin, konten digital memberi ruang ekspresi. Dan di antara keduanya, ia sedang merajut masa depan: menjadi tuan rumah di perjalanan hidupnya sendiri.