Jakarta, TeropongJakarta.com – Bagi Ni Luh Putu Putri Prami Dewi, S.H., M.H., dunia hukum yang keras dan penuh tekanan tidak menjadi alasan untuk melupakan kesehatan diri. Di balik toga dan meja sidang, perempuan berprofesi sebagai lawyer ini menemukan ketenangan melalui olahraga lari. Aktivitas yang awalnya sekadar rutinitas menjaga kebugaran, kini menjadi bagian penting dari perjalanan hidupnya.
“Awalnya saya berlari hanya untuk menjaga kesehatan fisik di tengah padatnya jadwal kerja,” ujar Prami. “Namun lama-kelamaan saya menemukan bahwa lari bukan sekadar olahraga, tapi ruang refleksi pribadi.” Ia menggambarkan setiap kilometer yang ditempuh sebagai momen untuk menenangkan pikiran dan menyegarkan jiwa dari penatnya dunia hukum.
Sebagai pengacara, Prami kerap dihadapkan pada tekanan mental yang tinggi dan beban kerja yang tidak mengenal waktu. Meski begitu, ia tak menjadikan kesibukan sebagai alasan untuk berhenti berolahraga. “Prinsip saya adalah luangkan waktu untuk berolahraga, bukan menunggu waktu luang,” katanya. “Menjaga tubuh dan pikiran tetap sehat adalah hal penting, terutama di profesi yang menuntut ketegasan dan kejernihan berpikir.”

Rutinitasnya kini tersusun dengan disiplin. Setelah menyelesaikan urusan kantor, ia menyempatkan diri untuk ke gym di malam hari. Sementara setiap akhir pekan, ia selalu menyapa pagi dengan berlari di jalan-jalan kota. “Lari pagi di akhir pekan menjadi waktu terbaik saya untuk refleksi,” tuturnya. “Di situ saya bisa merasakan kebebasan yang jarang saya dapatkan di ruang sidang.”
Bagi Prami, dunia hukum dan olahraga memiliki benang merah yang sama disiplin dan konsistensi. “Sebagai lawyer, saya terbiasa dengan proses panjang dan penuh tantangan. Prinsip itu juga berlaku dalam olahraga, terutama lari,” ujarnya. Ia menegaskan bahwa tidak ada hasil instan, baik dalam menangani kasus maupun dalam membangun ketahanan tubuh. Semuanya membutuhkan waktu, strategi, dan kesabaran.

Menariknya, Prami juga menerapkan logika hukum dalam dunia lari. “Dalam menangani perkara, kita harus membaca situasi dan menentukan langkah dengan hati-hati. Sama halnya dengan lari, saya harus tahu kapan menekan dan kapan menahan diri,” katanya sambil tersenyum. “Lari mengajarkan keseimbangan antara ambisi dan ketenangan.”
Namun, bagi Prami, lari bukan sekadar urusan fisik. Di balik setiap langkahnya, ada makna spiritual yang dalam. “Berlari bagi saya seperti meditasi bergerak,” ujarnya. “Saat berlari, saya berdialog dengan diri sendiri, melepaskan hal-hal yang tidak bisa saya kendalikan, dan menemukan kedamaian dalam proses.” Ia percaya bahwa lari mengajarkan filosofi hidup: terus maju, meski pelan, asal tidak berhenti.
Tak jarang, rekan-rekannya di kantor heran bagaimana ia bisa tetap produktif dengan jadwal sepadat itu. Bagi Prami, jawabannya sederhana prioritas. “Keseimbangan hidup tidak datang begitu saja, tapi harus diperjuangkan,” katanya. “Ketika tubuh dan pikiran selaras, produktivitas justru meningkat.” Ia mengaku, banyak ide segar dan solusi hukum justru muncul setelah berlari.

Prami juga menyampaikan pesan inspiratif bagi perempuan muda dan profesional yang terjebak dalam rutinitas kerja. “Jangan menunggu waktu luang untuk merawat diri, luangkan waktu itu,” ujarnya. “Mulailah dari hal kecil, seperti berjalan kaki atau olahraga ringan 30 menit setiap hari. Keseimbangan bukan kemewahan, tapi kebutuhan.”
Dengan semangat yang menyala di dua dunia ruang sidang dan lintasan lari Ni Luh Putu Putri Prami Dewi membuktikan bahwa kekuatan sejati seorang perempuan modern tidak hanya diukur dari karier dan prestasi, tetapi juga dari kemampuannya menjaga harmoni antara tubuh, pikiran, dan jiwa. Di setiap langkahnya, ia menunjukkan bahwa keberhasilan sejati dimulai dari kesadaran untuk merawat diri.
