Tegal, TeropongJakarta.com – Ida Myais Nashila, seorang gadis asal Kabupaten Tegal, telah menempuh perjalanan panjang dan penuh tantangan untuk mencapai impiannya. Setelah lulus SMP, Ida pindah ke Bogor untuk tinggal bersama kakak perempuannya dan menempuh pendidikan di SMK Kesehatan jurusan Farmasi di Citeureup, Bogor.

“Saya sangat ingin melanjutkan sekolah di jurusan farmasi setelah lulus SMP,” ungkap Ida. “Ayah saya menyanggupi permintaan ini dengan bantuan dari kakak perempuan saya. Dia merekomendasikan sebuah SMK Kesehatan yang cukup bagus di Bogor, sehingga saya harus tinggal bersama kakak, suaminya, dan anak-anak mereka.”

Namun, setahun kemudian, ayah Ida mengalami kecelakaan yang membuatnya tidak bisa lagi membiayai sekolah Ida. “Seluruh beban biaya sekolah dan kehidupan saya pun ditanggung oleh kakak saya,” jelas Ida. “Hal ini menjadi tantangan besar karena kakak saya juga harus mengurus empat anak laki-lakinya.”

Dua dari keponakan Ida yang masih duduk di bangku SD harus putus sekolah dan beralih ke homeschooling yang diajarkan oleh ibunya sendiri, yang merupakan lulusan S1 Pendidikan Bahasa Inggris. “Kakak dan suaminya berusaha keras membangun homeschooling di rumah, dan sekarang mereka berhasil membuat anak-anaknya merdeka belajar dengan program yang mereka buat sendiri,” tambah Ida. “Mereka mendokumentasikan perjalanan homeschooling ini di akun Instagram @rumahbelajar4jagoan dan @rumahbaca4jagoan.”

Ida merasa sangat berterima kasih kepada kakaknya atas semua bantuan yang diberikan. “Saya bisa berada di Jepang sekarang karena bantuan dari mereka,” kata Ida. “Motivasi terbesar saya adalah membalas budi kepada kakak dan suaminya, serta memperbaiki kondisi ekonomi keluarga.”

Di SMK, Ida mendapat kesempatan untuk mengikuti program beasiswa yg ditawarkan oleh Mirai gakuin JLC, tanggerang .Program ini menawarkan beasiswa untuk sekolah bahasa dan keperawatan di Jepang. “Saya mengikuti program ini dan belajar bahasa Jepang selama sekitar delapan bulan,” cerita Ida. “Setelah mengikuti berbagai tes dan wawancara, saya berhasil mendapatkan beasiswa tersebut.”

“Saya menerima biaya pinjaman pendidikan untuk biaya ke Jepang,” kata Ida. “Alhamdulillah, saya tidak perlu mengeluarkan uang selama belajar bahasa Jepang dan sebelum berangkat ke Jepang karena semua sudah ditanggung.”

Ida kemudian ditempatkan di pulau Shikoku, tepatnya di prefektur Kagawa. Perusahaan yang memberikan beasiswa juga menempatkannya di sekolah keperawatan. “Keseharianku penuh dengan kegiatan. Dari Senin hingga Jumat aku kuliah, dan Sabtu-Minggu aku bekerja paruh waktu untuk biaya hidup,” jelas Ida. “Beasiswa yang diterimanya hanya mencakup biaya kuliah, sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidup, aku harus bekerja sendiri.”

Bekerja seminggu dua kali selama delapan jam tidak cukup untuk memenuhi biaya hidup di Jepang yang cukup tinggi. Ida pun mencoba berbagai pekerjaan sambilan lain setelah pulang kuliah, seperti housekeeping di hotel, bekerja di restoran sushi, dan bahkan di pabrik pengolahan makanan. “Semua ini aku lakukan agar bisa mengirim uang untuk orang tua di kampung,” kata Ida.

Meski berat, Ida menikmati pekerjaannya sebagai perawat lansia. “Yang aku nikmati adalah bertemu dengan para pasien lansia yang memiliki sifat-sifat unik dan lucu. Mereka membuatku merasakan banyak hal seperti senang, sedih, tertawa, nangis, dan bahagia. Saat mereka berterima kasih, itu hal yang paling membuatku bahagia karena aku merasa terharu.”

Adaptasi dengan lingkungan dan bahasa Jepang menjadi tantangan terbesar bagi Ida. “Sudah hampir tiga tahun aku masih beradaptasi dengan lingkungan dan bahasa Jepang,” jelasnya. “Ini benar-benar culture dan bahasa yang sangat berbeda sehingga aku merasa kesulitan.”

Motivasi utama Ida belajar keperawatan lansia adalah agar ilmu yang didapat bisa berguna untuk merawat orang tuanya sendiri di masa tua. “Dengan pengalaman yang aku dapat di sini, aku ingin bisa mengurus orang tuaku dengan cara yang baik dan benar,” kata Ida.

Saat ini, Ida sedang menjalani semester akhir dari sekolah keperawatan. Tahun depan, ia berharap bisa lulus dan melanjutkan bekerja di perusahaan yang memberinya beasiswa. “Pekerjaan merawat orang lain adalah pekerjaan mulia,” tegas Ida. “Namun, cobaan dan rintangannya tidak mudah.”

Ida berpesan kepada mereka yang ingin meniti karir di bidang keperawatan lansia di Jepang. “Jangan terlalu memaksakan diri karena kita tidak tahu sejauh mana bisa bertahan. Lakukan yang kita bisa dan hadapi rintangan demi mencapai tujuan masing-masing,” pesan Ida. “Tetap semangat dan terus maju, walaupun di tengah perjalanan kita patah semangat.”

Kisah inspiratif Ida Myais Nashila adalah bukti nyata bahwa dengan tekad, keberanian, dan dukungan dari orang-orang tercinta, impian bisa menjadi kenyataan meski dalam perjalanan yang penuh dengan tantangan. “Saya sangat bersyukur atas semua dukungan yang telah saya terima, dan berharap bisa terus maju mencapai impian saya,” pungkas Ida.