Purbalingga, TeropongJakarta.com – Di tengah derasnya arus industri kreatif yang kini merambah hingga kota-kota kecil, sosok Maratika Arum Wulandari hadir sebagai representasi generasi muda yang berani mengambil ruang. Perempuan asal Purbalingga ini memulai langkah kreatifnya dari kebutuhan paling personal: mencari ruang untuk mengekspresikan diri. “Saya butuh tempat untuk bercerita dan berekspresi. Dari situ muncul keberanian untuk berbagi, menginspirasi, dan menantang diri sendiri,” ujar Maratika.
Langkah awalnya jauh dari kemudahan. Dengan peralatan seadanya dan minim pengetahuan, Maratika merintis perjalanan kontennya dalam keadaan serba terbatas. Konten yang ia buat masih penuh keraguan dan serba apa adanya. Namun, dari situlah proses panjang itu dimulai. “Saya belajar otodidak. Ide disusun sendiri, mengambil gambar pun masih coba-coba, editing juga basic sekali. Tapi setiap unggahan saya anggap latihan. Kalau ada kritik, ya saya jadikan cermin,” katanya.
Kesabaran dan konsistensinya mulai terlihat hasilnya. Karakter konten yang semula tidak terarah pelan-pelan membentuk identitas. Kesempatan kolaborasi dari berbagai pihak pun mulai berdatangan. Maratika menyebut keberanian mencoba hal baru sebagai titik balik penting. “Menurut saya, karya sekecil apa pun kalau dibuat dengan tulus tetap bisa berdampak. Itu yang bikin saya bertahan,” ujarnya.

Namun menjadi kreator dari daerah bukan tanpa rintangan. Keterbatasan fasilitas, akses belajar yang minim, serta lingkungan yang belum sepenuhnya mendukung menjadi tantangan tersendiri. Di Purbalingga, ruang kreatif tidak sebesar di kota-kota besar. Selain itu, ia harus berhadapan dengan pandangan sosial yang kerap meremehkan kemampuan perempuan muda. “Kadang orang mengira perempuan itu tidak bisa mandiri di dunia kreatif. Apalagi kalau jalurnya tidak umum. Itu yang sering saya hadapi,” kata Maratika.
Alih-alih mundur, ia justru menjadikan tantangan itu sebagai bahan bakar untuk terus melangkah. Ia ingin membuktikan bahwa perempuan muda dari daerah pun memiliki ruang yang sama untuk tumbuh. Kreativitas, menurutnya, tidak bergantung pada besar atau kecilnya kota. “Saya ingin perempuan dari daerah tahu bahwa mereka punya hak untuk bermimpi dan berkarya tanpa harus meninggalkan jati diri,” ujarnya.
Nilai itu pula yang ia bawa dalam setiap kontennya. Ia selalu menyisipkan pesan tentang kepercayaan diri, kemandirian, dan penghargaan terhadap proses. Aktivitas kreatif baginya bukan sekadar hobi, melainkan ruang untuk mengenali potensi diri. Ia percaya konten kecil bisa memberikan energi positif bagi orang lain. “Kalau karya saya bisa menyemangati satu orang saja, itu sudah lebih dari cukup,” katanya.

Ke depan, Maratika memiliki visi besar. Ia ingin terus berkembang menjadi kreator yang lebih matang, memperluas kolaborasi, dan menghadirkan konten yang memiliki dampak sosial. Tidak hanya untuk dirinya, tetapi juga untuk membawa nama Purbalingga lebih dikenal secara positif. “Saya ingin orang melihat bahwa potensi kreatif itu juga lahir dari daerah, bukan hanya dari kota besar,” ucapnya.
Bagi Maratika, perjalanan ini adalah jembatan antara mimpi pribadi dan kebanggaan terhadap tanah kelahiran. Ia berharap setiap langkah yang ia ambil dapat menunjukkan bahwa Purbalingga memiliki generasi muda yang kreatif, berani, dan penuh inovasi. “Saya ingin membuktikan bahwa anak Purbalingga bisa bersuara untuk Indonesia, tanpa harus melepas akar yang membesarkan saya,” tuturnya.
