
Purwodadi, TeropongJakarta.com – Di tengah ramainya arus media sosial, Novia Nanda memilih jalur yang berbeda. Alih-alih mengejar tren sesaat, ia justru menjadikan lari dan diet sehat sebagai gaya hidup yang konsisten. “Ya karena hidup sehat adalah kewajiban bagi aku, Kak,” ujar Novia saat ditemui di Purwodadi.
Rutinitasnya dimulai sejak fajar. Novia berlari di jalanan sepi sekitar rumahnya, mengenakan sepatu lari favorit dan membawa botol air minum. Setelah itu, ia sarapan dengan menu sederhana: buah, oat, dan kopi tanpa gula. Semua aktivitas ini ia dokumentasikan di media sosial, bukan untuk pamer, tapi sebagai ajakan.
“Yang aku ingin tunjukkan, hidup sehat itu dijalani dan jangan ngerasa kepaksa,” katanya. Novia mengaku banyak orang di sekitarnya terjebak gaya hidup instan, mengandalkan suplemen tanpa olahraga, atau hanya ikut-ikutan karena sedang tren.

Fenomena itu menurutnya tidak sehat. “Bagus sih selama ini banyak yang terdistract untuk hidup sehat,” ucapnya sambil tersenyum. Ia merasa perlu memberi contoh bahwa menjaga tubuh bisa dilakukan dengan cara sederhana dan berkelanjutan.
Konten yang ia unggah selalu konsisten. Setiap minggu ada vlog lari pagi, tips diet berbasis bahan lokal, hingga cerita kegagalannya saat tergoda junk food. “Kalo saya bukan trend, alhamdulillah konsisten, bukan cuma FOMO,” ujar Novia, menegaskan bahwa yang ia lakukan bukan pencitraan semata.
Konsistensinya membuat banyak pengikutnya ikut bergerak. Ada yang mulai rutin jalan kaki setiap sore, ada pula yang mengikuti pola makan yang ia bagikan. Komentarnya dipenuhi testimoni warganet yang merasa lebih sehat dan bahagia.

Fenomena seperti ini mencerminkan pergeseran cara masyarakat muda memandang kesehatan. Jika dulu olahraga dianggap hobi sampingan, kini ia menjadi identitas dan simbol produktivitas. Platform media sosial memberi ruang besar bagi mereka yang serius menjalani pola hidup sehat.
Sosiolog dari Universitas Diponegoro, Arif Santosa, menilai fenomena ini positif. “Ketika gaya hidup sehat menjadi bagian dari narasi digital, ia mendorong perubahan perilaku kolektif,” katanya. Namun ia mengingatkan agar tidak berubah menjadi tekanan sosial baru.
Novia mengaku juga merasakan tekanan itu. Ada saat ia merasa harus tetap berlari walau sedang lelah hanya agar tidak mengecewakan pengikutnya. “Tapi aku belajar untuk realistis. Kalau badan capek, ya istirahat. Aku nggak mau sehatnya malah bikin sakit,” ujarnya.

Bagi Novia, perjalanan ini bukan sekadar olahraga atau diet, melainkan latihan mental. Ia merasa lebih disiplin, lebih mengenal tubuhnya, dan lebih percaya diri. “Hidup sehat membuatku punya kendali atas diriku sendiri,” ucapnya.
Ke depan, ia berencana membuat komunitas lari kecil di Purwodadi, mengajak anak-anak muda untuk bersama-sama berolahraga tanpa biaya. “Aku ingin gaya hidup sehat ini jadi budaya, bukan cuma konten,” kata Novia menutup perbincangan.