Jakarta, TeropongJakarta.com – Ira Setyawati sempat diliputi keraguan ketika memutuskan mengikuti wawancara pramusaji kereta api. Lahir di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, ia menyadari betul ketatnya persaingan dalam industri pelayanan transportasi. Banyak pelamar lain yang, menurutnya, memiliki kemampuan dan pengalaman yang baik. Kekhawatiran tak lolos seleksi menjadi pertimbangan yang cukup kuat.
“Awalnya saya ragu untuk mengikuti wawancara pramusaji kereta api. Saya takut tidak lolos karena melihat banyak saingan yang mungkin lebih baik dari saya,” kata Ira saat diwawancarai.
Meski demikian, ketertarikannya pada dunia pelayanan membuat Ira tetap melangkah. Ia ingin bekerja di sektor yang menuntut interaksi langsung dengan masyarakat. Bagi Ira, industri pelayanan menyediakan ruang untuk belajar memahami beragam karakter manusia, lintas latar belakang, pulau, dan suku. “Saya tertarik bekerja di industri pelayanan karena saya ingin meningkatkan keterampilan komunikasi dan bertemu dengan orang-orang yang berbeda,” ujarnya.

Keputusan itu membawanya bekerja sebagai pramusaji kereta api. Dalam peran tersebut, Ira merasakan proses pembentukan karakter yang signifikan. Ia belajar membangun kepercayaan diri, memikul tanggung jawab, serta bekerja dalam tim yang menuntut koordinasi dan disiplin. “Pekerjaan ini membentuk saya menjadi lebih percaya diri, bertanggung jawab, dan mampu bekerja sama dengan tim,” katanya.
Berhadapan langsung dengan penumpang menjadi tantangan sekaligus pembelajaran. Ira menilai kemampuan komunikasi menjadi faktor penting dalam memberikan pelayanan yang baik. Ia berupaya melayani penumpang tanpa membeda-bedakan, menjaga profesionalitas, serta menjunjung sikap saling menghormati. Menurutnya, nilai nasionalisme tercermin dari cara melayani masyarakat secara adil dan setara.
Sejauh ini, Ira mengaku tidak banyak menerima komentar negatif terkait pilihan kariernya. Namun ia telah menyiapkan sikap jika hal tersebut terjadi. Ia memilih menyikapinya dengan tenang, menjaga jarak, dan melakukan introspeksi diri. “Kalau ada hal negatif, saya lebih memilih untuk tetap tenang, mengabaikan, dan memperbaiki apa yang masih kurang dari diri saya,” ujarnya. Dukungan keluarga dan orang-orang terdekat menjadi bagian penting dalam menjaga kestabilan emosinya.

Ira memaknai pengabdian di masa kini sebagai upaya memaksimalkan potensi diri untuk kepentingan bersama. Menurutnya, pengabdian tidak selalu hadir dalam bentuk simbolik, tetapi bisa diwujudkan melalui peran profesional yang dijalani secara bertanggung jawab, cerdas, relevan, dan berkelanjutan, dengan memanfaatkan peluang yang tersedia di era modern.
Kepada generasi muda, Ira menyampaikan sejumlah pesan. Ia mendorong anak muda untuk mengenali minat dan bakat sebelum menentukan arah karier. Mencari pengalaman, baik melalui magang maupun pekerjaan harian, dinilainya penting untuk mengenal diri sendiri. “Yang paling penting adalah percaya pada diri sendiri dan pada keputusan yang diambil,” katanya.
Ia juga menekankan agar anak muda tidak takut gagal saat memulai sesuatu. Menurut Ira, banyak keberhasilan justru berawal dari kegagalan. Kerja keras sejak usia muda, katanya, adalah bekal untuk meraih kepuasan dan kebanggaan di masa depan.
