
Jakarta, TeropongJakarta.com – Di profil Instagram-nya, @marioardiliguna, tercantum kutipan sederhana: Eat, Pray & Love. Love Quote’s, Photo, Art & Selfie. Namun, di balik kata-kata manis dan deretan foto penuh estetika, tersembunyi ketekunan seorang anak muda yang membuktikan bahwa popularitas bisa dikonversi menjadi kekuatan ekonomi.
Mario Ardi Liguna bukan sekadar selebgram yang lihai bermain komposisi gambar dan filter. Ia adalah representasi dari generasi digital yang paham benar cara membangun personal branding. Lewat unggahan selfie, kutipan cinta, hingga potret langit senja, Mario berhasil menyulap estetika menjadi modal bisnis.
Pria yang kini memiliki lebih dari 36 ribu pengikut itu mengawali langkahnya dari keinginan sederhana: berbagi hal positif. Tapi gelombang perhatian yang ia terima bukan ia nikmati sendirian. Ia mengolahnya, menyusun strategi, dan mengubahnya menjadi jalan masuk ke dunia kewirausahaan.
Kesuksesan pertamanya datang saat ia meluncurkan lini fashion lokal. Tanpa investor besar, hanya bermodal tabungan pribadi dan jaringan followers yang kuat, Mario membidik pasar Gen Z yang menyukai ekspresi dan kebebasan visual. Produk pertamanya laku keras, sebagian karena kepercayaan yang sudah ia bangun sejak awal.
Namun dunia bisnis tak pernah datar. Mario pernah jatuh, bahkan ditipu dalam kerja sama. Tapi ia tidak membiarkan kegagalan menjadi akhir cerita. Ia mulai belajar pemasaran digital, membangun tim kecil, dan merancang ulang sistem distribusi. “Yang penting bukan seberapa sering jatuh, tapi seberapa cepat kita bangkit,” katanya.
Kini, ia tak hanya dikenal di Instagram, tapi juga di forum-forum bisnis anak muda. Beberapa unit usaha mulai ia kelola: dari fashion, kuliner, hingga agency kreatif. Ia diundang berbicara di seminar, menjadi rujukan generasi digital yang ingin berwirausaha dari media sosial.
Meski tampil glamor di dunia maya, Mario mengaku kesehariannya jauh dari kemewahan. Ia bekerja hingga larut, mengatur konten, meninjau laporan, dan menyiapkan proposal bisnis. “Yang kelihatan di feed itu 10 persen. Sisanya kerja keras,” ujarnya sambil tertawa kecil.
Ia sering menekankan bahwa keberhasilan tidak bisa diraih secara instan. “Yang instan cuma mie,” ujarnya dalam sebuah sesi live. Menurutnya, kunci utamanya adalah konsistensi, kejujuran, dan kemauan untuk terus belajar, bahkan dari hal-hal yang tampak sepele.
Mario punya mimpi yang lebih besar dari dirinya sendiri. Ia ingin membentuk ekosistem pengusaha muda yang bisa saling dukung. “Saya ingin tumbuh bareng-bareng. Karena kalau cuma sukses sendiri, rasanya hampa,” tutupnya.