Jakarta, TeropongJakarta.com – Imam Pesuwaryantoro, seorang pemuda yang aktif sebagai Dewan Pakar ESG dalam ajang Indonesian Circular Economy Awards (ICEA) 2024, menyampaikan kajian strategis terkait tiga permasalahan utama yang dihadapi Jakarta: kemacetan, sampah yang dikirim ke TPST Bantar Gebang, dan peluang penciptaan green jobs. Kajian ini disampaikan kepada calon gubernur DKI Jakarta, sebagai bagian dari upaya menemukan solusi konkret yang dapat diimplementasikan oleh pemerintah daerah.
Kemacetan di jalan-jalan utama Jakarta dinilai sebagai isu utama yang mengganggu produktivitas warga, terutama para pekerja komuter. Imam menyoroti bahwa salah satu dampak nyata dari kemacetan ini adalah penurunan kesehatan mental para pekerja, yang berpotensi menurunkan kualitas hidup dan kinerja individu.
Menurut Imam, jika ditelusuri lebih jauh, kemacetan ini muncul akibat kurangnya intervensi yang tepat dari pemerintah daerah. “Pemerintah harus hadir dengan kebijakan reward and punishment yang tegas,” katanya. Imam juga menyebutkan pentingnya pengaturan melalui Peraturan Daerah (PERDA) untuk mengatur penggunaan kendaraan pribadi dan pengoptimalan transportasi publik.
Imam kemudian menggarisbawahi bahwa konsep reward and punishment ini tidak hanya relevan untuk mengatasi kemacetan, tetapi juga dapat diaplikasikan dalam menangani persoalan sampah di Jakarta. “Setiap harinya, Jakarta menghasilkan sekitar 7.000 ton sampah yang harus dibawa ke TPST Bantar Gebang,” jelasnya. Hal ini, menurutnya, menjadi beban besar bagi kota dan membutuhkan solusi jangka panjang.
Salah satu solusi yang dia tawarkan adalah pengoptimalan fasilitas transportasi publik yang inklusif dan terjangkau, serta memberikan insentif bagi masyarakat untuk beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum. Selain itu, Imam juga mengusulkan insentif berupa pengurangan pajak bagi warga Bodetabek yang menggunakan transportasi publik.
Menariknya, Imam memperkenalkan konsep inovatif untuk pembayaran transportasi publik. Dia mengusulkan agar masyarakat bisa menukarkan sampah botol plastik melalui Reverse Vending Machine (RVM) yang ditempatkan di stasiun-stasiun TransJakarta, MRT, dan LRT. Sampah yang disetor ini kemudian bisa digunakan sebagai opsi pembayaran moda transportasi.
“Bayangkan jika insentif semacam ini diterapkan secara masif,” ujar Imam. Ia menilai, integrasi antara pengelolaan sampah dan transportasi publik ini bisa menjadi salah satu cara efektif untuk mengubah perilaku masyarakat dalam menggunakan transportasi umum, serta menciptakan kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta dalam skema Public Private Partnership (PPP).
Selain soal kemacetan, Imam juga menyoroti pentingnya optimalisasi sistem pemilahan sampah di TPS3R dan Bank Sampah pada tingkat RT-RW. Ia menekankan bahwa hasil pemilahan sampah ini bisa diolah lebih lanjut oleh offtaker atau recycle partner untuk diubah menjadi bahan baku turunan.
Pemanfaatan bahan baku dari sampah ini, menurutnya, membuka peluang ekonomi hijau. Imam menyarankan agar bahan baku dari sampah, seperti pupuk kompos dan semen ramah lingkungan dari plastik, digunakan untuk proyek-proyek pembangunan di Jakarta. Dengan cara ini, Jakarta tidak hanya mengurangi sampah, tetapi juga mendukung keberlanjutan pembangunan.
“Tidak mustahil di masa depan, Pemprov Jakarta bisa memperoleh pendapatan daerah dari pengelolaan sampah,” tegas Imam. Pendapatan tersebut, katanya, dapat digunakan untuk memutar ekonomi sirkular dan memberikan insentif bagi warga yang mau berkontribusi dalam pengelolaan sampah dan menggunakan transportasi publik.