Jakarta, TeropongJakarta.com – Langkah pertama Jane Aprilyani memasuki ruang redaksi Kontan bukan sekadar perpindahan tempat kerja, melainkan lompatan besar dalam perjalanan jurnalisme yang ia tekuni lebih dari satu dekade. Sebelumnya, ia terbiasa meliput agenda lifestyle seperti gaya hidup, musik, dan aktivitas remaja di HAI Magazine. Namun di Kontan, ia mendapati medan baru yang penuh angka, kebijakan, serta dinamika ekonomi makro yang menuntut ketelitian tingkat tinggi.
“Awalnya saya seperti mempelajari bahasa baru,” kata Jane. Dunia ekonomi bukan hanya tentang naik-turun indikator, tetapi tentang bagaimana ekonomi bersinggungan dengan kekuasaan, hukum, dan keputusan yang memengaruhi jutaan orang. Peralihan itu membuatnya harus bekerja lebih keras: belajar dari nol, membaca laporan panjang, dan memahami struktur ekonomi nasional.
Pengalaman paling membekas justru hadir dari ruang yang jauh dari grafik ekonomi: Gedung Merah Putih KPK. Jane terjun langsung meliput sejumlah kasus suap dan korupsi yang menyeret nama-nama besar seperti Sutan Bhatoegana hingga jajaran direksi Pertamina. Di sana, ia melihat dari dekat wajah gelap pengelolaan negara. “Isu hukumnya kuat, tapi tetap berkelindan dengan kepentingan ekonomi. Mau tidak mau saya harus paham betul jalinannya,” ujarnya.
Sebagai bagian dari kantor berita ekonomi, tekanan utamanya bukan hanya kecepatan, tetapi ketepatan. Jane terbiasa memulai pagi dengan riset sebelum mengetik satu kalimat pun. Ia membaca data statistik, menelusuri laporan keuangan, dan mencermati perubahan kebijakan. “Dalam berita ekonomi, satu angka yang salah bisa membuat persepsi publik melenceng. Itu tanggung jawab besar,” katanya.

Untuk bertahan, ia membangun strategi mental sederhana: terus belajar dan menjaga rasa ingin tahu tetap hidup. Baginya, rasa ingin tahu adalah syarat moral jurnalis bukan sekadar kepo, tetapi dorongan untuk mencari kebenaran, untuk memahami sebuah isu sampai ke akar. Ketekunan itu yang membuatnya tak sekadar mengikuti arus liputan, tetapi benar-benar menelusuri konteks di balik setiap peristiwa.
Hubungan dengan narasumber juga ia kelola dengan batas tegas. Ia menjalin komunikasi yang baik, tetapi tak pernah membiarkan dirinya terlalu dekat. “Kalau kedekatan itu melewati batas, tulisan kita bisa terpengaruh. Saya menjaga jarak profesional agar berita tetap objektif,” ucapnya.
Kini, sebagai reporter senior, Jane menyimpan ruang sunyi dalam dirinya ruang yang tak terlihat dari hiruk-pikuk redaksi. Di sanalah ia merenungkan isu yang layak diangkat, cerita yang dapat memberi makna, dan laporan yang mampu menyentuh kepentingan masyarakat kecil. Dalam dunia ekonomi yang kerap dipenuhi jargon dan angka, ia terus mencari sisi manusiawi yang relevan bagi publik.
Di tengah derasnya informasi, Jane tetap berjalan dengan kompas yang sama: integritas, ketelitian, dan keberanian bertanya. Karena bagi Jane Aprilyani, jurnalisme bukan sekadar pekerjaan melainkan cara menjaga kebenaran tetap terang, setidaknya bagi mereka yang membutuhkan informasi paling jernih.
