
Malang, TeropongJakarta.com Hidup Risma Hidayah, atau yang akrab disapa Rissa, tidak selalu mulus. Perempuan asal Malang itu pernah merasakan pahitnya menjadi korban ejekan dan perundungan. “Saya sering disebut upik abu, karena kulit saya hitam dan saat memakai bedak jadi terlihat abu-abu,” katanya, mengenang masa lalunya.
Cemooh soal fisik bukan sekali dua kali ia dengar. Rissa sering dianggap jelek dan dipandang rendah. Namun, alih-alih terpuruk, ia menjadikan semua itu doa dan motivasi. “Saya percaya semua bisa berubah. Kritikan dan hinaan justru saya jadikan bahan bakar untuk terus berkembang,” ujarnya.
Tekad itu muncul juga karena dorongan keluarga. Menurutnya, orang tua adalah alasan utama untuk terus berjuang. “Saya ingin membanggakan mereka. Kalau saya terus terjebak dalam rasa insecure, saya tidak akan punya masa depan,” kata Rissa.
Ia sadar, perubahan bukan sekadar angan-angan. Perlu usaha, doa, bahkan modal. Namun, semangatnya untuk memperbaiki diri baik secara karier maupun fisik tidak pernah surut. “Kalau soal fisik memang perlu usaha ekstra. Tapi yang utama adalah semangat untuk terus melangkah,” katanya.

Pengalaman pahit dibully justru membuatnya lebih peka pada orang lain. Rissa merasa dekat dengan mereka yang mengalami nasib serupa. “Saya senang merangkul orang-orang yang dikucilkan. Bahkan ada teman yang sempat ingin bunuh diri karena bully-an. Saya lebih suka menjadi pendengar mereka,” ujarnya lirih.
Ketekunannya dalam mendengarkan dan memberi semangat membuatnya dipercaya banyak teman. Ia merasa lebih tenang ketika bisa hadir untuk orang lain. “Kalau saya dulu kuat bertahan, saya ingin orang lain juga bisa,” tambahnya.
Perjalanan hidupnya juga membawanya pada dunia usaha. Rissa sempat merintis bisnis kuliner berskala UMKM. Namun, perjalanan itu tidak mudah. “Saya bingung harus mengenalkan produk ke mana. Pernah ditawari promosi, tapi bayarnya mahal,” kata dia.
Dari pengalaman itulah lahir keinginan besar untuk membantu UMKM lain. Menurutnya, banyak pelaku usaha kecil kesulitan karena keterbatasan akses dan biaya promosi. “Saya ingin jadi jembatan mereka, supaya UMKM bisa dikenal tanpa harus keluar modal besar,” tegasnya.

Bagi Rissa, hidup bukan soal bagaimana orang menilai fisik atau penampilan. Lebih penting adalah bagaimana memberi manfaat. “Hidup tidak tergantung cacian dan hinaan. Lebih sakit kalau kita tidak berguna bagi orang lain,” ucapnya.
Kini, ia terus melangkah dengan semangat itu. Ia aktif di berbagai kegiatan sosial, terutama untuk memberi ruang bagi mereka yang merasa terpinggirkan. “Saya ingin jadi pendengar dan teman bagi siapa pun yang butuh tempat bercerita,” kata Rissa.
Cita-citanya sederhana namun bermakna. Jika suatu saat diberi jalan untuk sukses, ia ingin mengulurkan tangan lebih jauh. “Kalau Allah izinkan saya berhasil, insya Allah saya akan membantu orang-orang yang membutuhkan,” tuturnya.
Kisah Rissa menunjukkan bahwa luka masa lalu tidak harus menjadi penghalang. Dari ejekan dan cemooh, ia menemukan energi untuk bangkit dan merangkul sesama. Dari Malang, ia menuliskan cerita bahwa setiap orang bisa memilih: terpuruk atau berubah menjadi cahaya.