
Jombang, TeropongJakarta.com – Sosok Merry Puspita tampaknya bukan hanya milik ruang praktik rumah sakit semata. Perempuan asal Gresik yang kini menetap di Jombang ini berhasil menyeimbangkan dua dunia: dunia medis yang serius dan dunia layar kaca yang penuh dinamika. Lewat perannya sebagai dokter dan presenter kesehatan, ia hadir menjadi penghubung penting antara ilmu kedokteran dan masyarakat awam.
Di tengah lalu lintas isu kesehatan yang terus bergulir, Merry hadir membawakan tema-tema yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Mulai dari peringatan hari-hari kesehatan nasional hingga topik yang sedang hangat diperbincangkan publik. Bahkan, tak jarang ia mengangkat isu berdasarkan permintaan penonton setia programnya. “Buat saya, kesehatan itu soal kualitas hidup, bukan sekadar panjang umur,” ujarnya.
Pesan utama yang selalu ia sampaikan sederhana namun mengena: apa gunanya punya waktu dan uang jika tubuh tak sehat? Atau lebih parah, melihat orang terdekat menderita karena penyakit yang sebenarnya bisa dicegah. “Kalau kita sehat, bukan hanya bisa hidup lebih bahagia, tapi juga bermanfaat bagi sekitar,” kata Merry, lugas.

Sebagai presenter kesehatan, Merry memegang prinsip jurnalisme berbasis data. Ia selalu mengedepankan informasi yang akurat, berdasarkan bukti ilmiah (evidence-based medicine). Ia pun piawai menerjemahkan istilah medis kompleks menjadi bahasa sehari-hari yang mudah dipahami masyarakat. “Tidak ada trik khusus, hanya niat tulus dan hati yang jujur,” tambahnya.
Mengatur waktu antara profesi dokter dan presenter bukan perkara mudah. Tapi bagi Merry, prioritas tetap pada rumah sakit. “Karena ini soal nyawa manusia,” katanya. Waktu yang tersisa barulah ia gunakan untuk mengedukasi masyarakat lewat siaran. Kombinasi pengetahuan dari pendidikan dokter umum dan spesialis sangat membantunya merancang pertanyaan dan mengulas isu dengan kedalaman yang memadai.
Dukungan dari tempat ia bekerja juga meringankan langkahnya. Baik rumah sakit maupun tim produksi televisi saling memahami, hingga ritme kerja terasa lebih mudah dijalani. “Persiapan tayangan sangat terbantu oleh tim yang solid, jadi tidak terasa berat,” tuturnya. Kepercayaan yang ia terima, selalu ia jaga sepenuh hati.

Namun, Merry mengakui tantangan terbesar adalah ketika harus meluruskan mitos yang berkembang di masyarakat. “Penonton kita sangat beragam. Perlu hati-hati memilih diksi agar pesan ilmiah tidak memicu resistensi,” jelasnya. Ia tak ingin hanya menjadi penyampai informasi, tetapi juga agen perubahan pola pikir masyarakat soal kesehatan.
Motivasi Merry datang dari dalam. Ia mencintai tiga dunia sekaligus: kedokteran, broadcasting, dan musik. “Saya menikmati semuanya karena ini bukan cuma profesi, tapi bagian dari mimpi masa kecil saya,” ucapnya. Musik menjadi tempat ia melepas stres, sementara edukasi kesehatan adalah napas hidupnya.
Salah satu momen paling membekas bagi Merry adalah saat mewawancarai seorang spesialis rehab medik yang setiap hari membantu para penyandang disabilitas mengembalikan fungsi tubuhnya. “Atau seorang dokter UGD yang setiap hari berjibaku dengan hidup dan mati,” katanya. Dari mereka, ia belajar bahwa masih banyak orang yang mendedikasikan hidup sepenuhnya untuk sesama.

Ke depan, Merry punya misi yang lebih besar. Ia ingin menjangkau lebih banyak figur inspiratif di dunia medis, menyatukan kekuatan untuk mengedukasi masyarakat. “Karena masih banyak mitos yang menyesatkan. Bahkan bisa memicu diskriminasi atau kematian yang seharusnya bisa dicegah,” jelasnya.
Ia berharap semakin banyak pihak yang bergandeng tangan dalam upaya mencerdaskan bangsa soal kesehatan. “Jika kita bergerak bersama, pekerjaan berat bisa jadi ringan. Dan masyarakat Indonesia bisa punya masa depan yang lebih sehat dan lebih bahagia,” pungkas Merry, optimistis.