
Bandung, TeropongJakarta.com – Deretan bean bag warna-warni memenuhi lantai utama Bandung Electronic Center. Puluhan anak muda bersila, mata terpaku pada layar gawai, jari-jemari mereka lincah menari. Di tengah suasana yang tampak santai, tensi kompetisi justru meninggi. Turnamen eSports yang digelar Advan berlangsung sengit, mempertandingkan gim populer seperti Mobile Legends dan Tekken 8.
Kegiatan yang berlangsung selama dua hari, 19–20 Juli 2025, ini bukan sekadar adu skill digital. Ia mencerminkan babak baru ekosistem gaya hidup anak muda, yang memadukan teknologi, komunitas digital, dan ekspresi kultural dalam satu panggung yang sama. Bukan sekadar ajang hiburan, melainkan pertemuan lintas minat yang menghubungkan generasi muda dengan dunia yang mereka bentuk sendiri.
Advan, yang sebelumnya dikenal sebagai produsen perangkat teknologi, kini mencoba menembus ruang-ruang sosial anak muda. “Kami ingin hadir bukan cuma di kantong pengguna, tapi juga di ruang sosial mereka,” kata Aiden Drial, Product Manager Advan Indonesia. Lewat kompetisi ini, Advan ingin membentuk simpul interaksi yang lebih organik dan emosional dengan komunitasnya.

Transformasi ini lahir dari kesadaran akan perkembangan pesat industri eSports di tanah air. Menurut data Asosiasi Game Indonesia, nilai pasar eSports nasional mencapai lebih dari Rp30 triliun pada 2024. Pertumbuhan yang masif ini menjadi peluang bagi banyak pihak untuk tidak hanya hadir sebagai penyedia teknologi, tapi juga sebagai fasilitator gaya hidup.
Di tengah hiruk-pikuk pertandingan, gawai seri X1 yang dirancang untuk gaming diperkenalkan langsung ke pengunjung. Lewat pengalaman langsung hands-on pengguna bisa menguji performa, mengeksplorasi fitur, dan merasakan kualitas tanpa perlu diyakinkan lewat iklan. Pendekatan ini dianggap sebagai bentuk keterlibatan yang lebih otentik di mata generasi digital.
Rizky, 21 tahun, peserta dari kawasan Antapani, menyebut pengalaman ini sebagai sesuatu yang baru. “Biasanya saya main dari rumah. Sekarang bisa ketemu langsung dengan gamer lain, seru banget!” katanya. Ajang ini sekaligus membangun rasa solidaritas antar komunitas yang sebelumnya tercerai dalam ruang virtual.

Di luar arena, suasana dibuat semirip mungkin dengan ekosistem konten digital: musik elektronik bergema, layar LED memutar highlight pertandingan, dan booth dirancang dengan sentuhan pop culture. Semua elemen itu dikurasi untuk menciptakan kenyamanan visual dan emosional yang sesuai dengan selera anak muda masa kini.
Sosiolog digital dari Universitas Indonesia, Dita Saraswati, menyebut strategi ini sebagai bentuk engaged marketing yang efektif. “Anak muda sekarang menolak jadi objek pasif. Mereka ingin dilibatkan dalam narasi, menjadi pelaku, bukan hanya penonton,” ujarnya. Dalam konteks ini, teknologi bukan lagi sekadar alat, melainkan bagian dari identitas sosial.
Tak hanya gamer, pelaku industri kreatif juga mendapat tempat. Ilustrator, caster, hingga pengelola komunitas ikut dilibatkan. Ini menjadi cerminan semangat kolaborasi yang makin penting dalam membangun ekosistem digital. Advan memberikan ruang dan panggung bagi bakat-bakat ini untuk tumbuh bersama.

Menurut Aiden Drial, Advan kini sedang berfokus mengembangkan ekosistem teknologi yang lebih menyeluruh. Visi mereka adalah membentuk konsep Smartlife Seamless Computing menghubungkan komputer, tablet, dan smartphone dalam satu sistem yang saling terintegrasi untuk menunjang kehidupan masyarakat modern.
Turnamen eSports hanyalah permulaan. Dalam jangka panjang, Advan menargetkan terbentuknya komunitas gaming nasional yang tidak hanya aktif secara digital, tetapi juga memiliki koneksi nyata di lapangan. “Kita ingin komunitas Advan tumbuh dari bawah, dari para gamer sendiri,” ujar Aiden.
Ketika teknologi menjadi bahasa yang menghubungkan orang-orang muda, maka siapa yang mampu bicara dengan gaya mereka akan lebih didengar. Hari itu di Bandung, Advan tak hanya memperlihatkan gawai, tapi juga menyodorkan masa depan. Masa depan yang lebih cair, kolaboratif, dan sarat nilai sosial.