Hong Kong, TeropongJakarta.com – Di kota yang berdenyut tanpa jeda, di antara gedung menjulang dan langkah orang-orang yang terburu waktu, ada satu perjalanan yang berlari pelan namun konsisten. Perjalanan itu milik Indah Rahmady, perempuan asal Lampung yang kini menapaki hidup di Hong Kong dengan tiga peran sekaligus: tenaga kerja wanita, mahasiswa Siber MU, dan marketing sebuah agensi yang membuka pintu bagi orang Indonesia yang ingin bekerja di luar negeri.
Setiap pagi, Indah memulai hari dari sebuah kamar sempit di Nortpoint. Sambil mengenakan seragam kerjanya, ia membiarkan laptop menyala lebih dulu menerangi ruangan sekaligus menandai ambisi yang tidak pernah ia padamkan. “Kalau tidak mulai sekarang, saya tidak tahu kapan lagi saya bisa mengubah hidup,” katanya lirih.
Siang hingga sore, ia menjalankan tugas sebagai pekerja migran. Namun ketika malam turun dan kota berganti rupa menjadi lautan neon, Indah menjelma menjadi mahasiswa yang mencuri waktu di antara lelah. Ia memperhatikan dosen menjelaskan strategi komunikasi digital, mencatat di sela-sela jeda, dan mengulang materi sambil menahan kantuk yang menumpuk. Dunia akademik itu menjadi ruang pelariannya, tempat ia mengikat mimpi yang selama ini terasa jauh.

Tapi perjalanan Indah tak berhenti di dua peran itu. Lewat kursus daring sederhana soal branding digital, ia mendapatkan kesempatan bekerja sebagai marketing di sebuah agensi Hong Kong. Di sanalah ia menemukan sisi baru dirinya: membuat strategi konten, mengelola promosi, berdiskusi dengan klien, dan belajar bagaimana sentuhan digital bisa mengubah arah sebuah usaha.
Peran itu juga membuka jendela lain. Banyak pekerja Indonesia di Hong Kong dan Taiwan yang mencari jalur pekerjaan dengan sistem legal dan aman. Dari kantor kecil agensi tempat ia bekerja, Indah membantu memberi informasi dan mencarikan pekerjaan bagi mereka yang ingin berangkat terutama bagi yang sudah memiliki pengalaman atau dokumen seperti exit visa (X-pass) dan membutuhkan jalur cepat. “Saya ingin orang-orang Indonesia punya kesempatan yang lebih baik ketika memutuskan bekerja di luar negeri,” tuturnya.
Di balik rutinitas fisik yang melelahkan, Hong Kong menjadi ruang belajar yang keras namun adil bagi mereka yang tekun. Indah sering pulang dengan punggung pegal, tangan panas, dan mata berat. Namun begitu layar laptop kembali menyala, rasa itu seperti hilang ditelan semangat baru. Ada kepuasan kecil setiap kali tugas kuliah selesai, klien puas, atau UMKM di kampung halamannya berhasil menjangkau pelanggan baru lewat materi promosi yang ia buat dari kejauhan.
Ya, dari kamar asrama pekerja yang sempit itu, Indah turut membantu dua UMKM di Lampung. Ia menyusun warna, memilih foto, merancang kata-kata, hingga menentukan jam unggah konten. Semua ia lakukan dari ribuan kilometer jauhnya, hanya dengan ponsel dan WiFi yang kadang naik-turun.

Jika banyak TKW bermimpi pulang dengan tabungan, Indah bermimpi membawa hal yang lebih besar: keterampilan digital, jaringan kerja, dan arah hidup yang lebih jelas. “Saya ingin pulang bukan hanya sebagai mantan TKW. Saya ingin pulang sebagai perempuan yang punya masa depan,” ucapnya, kali ini dengan nada teguh.
Langkah Indah memang sunyi terkadang nyaris tak terdengar di kota sebesar Hong Kong. Namun dari kesunyian itulah tumbuh keyakinan bahwa perempuan dapat menentukan nasibnya sendiri, bahkan ketika hidup di ruang sesempit kamar pekerja migran.
Dari Lampung ke Hong Kong, lalu menembus dunia digital, perjalanan Indah Rahmady baru saja dimulai. Dan di setiap layar laptop yang menyala di tengah malam, ada satu hal yang terus menyala pula: tekad untuk membangun masa depan, bukan sekadar menunggu hari gajian.
