
Kendari, TeropongJakarta.com – Di sudut Kota Kendari yang dikelilingi bukit dan laut, Syamsuriati Padli akrab disapa Lia memulai harinya dengan keringat dan semangat. Ibu rumah tangga berusia 47 tahun ini bukan sekadar istri dari seorang pejabat SAR, tapi juga sosok inspiratif di balik gemuruh langkah para pelari ibu kota Sulawesi Tenggara.
Lia bukan atlet sejak muda. Kecintaannya pada olahraga baru tumbuh saat usianya menginjak 31 tahun. “Awalnya cuma ingin coba-coba ikut gym. Ternyata ketagihan,” ujarnya sambil tersenyum. Kini, 16 tahun berlalu, olahraga menjadi bagian dari hidupnya bukan sekadar rutinitas, tapi kebutuhan jiwa dan raga.
Saat pandemi COVID-19 melanda dan tempat gym tutup, Lia tak patah semangat. Ia beralih ke lari. “Mau tak mau, hanya lari yang bisa jadi alternatif,” katanya. Dari situ, Lia menemukan dunia baru yang kini melekat erat dalam identitasnya: pelari sejati.

Bukan sekadar hobi, Lia mencatat prestasi yang patut dibanggakan. Ia menyelesaikan half marathon (HM) di Maybank Bali tahun 2022 dan full marathon di Pocari Bandung tahun 2023. “Alhamdulillah, kemarin saya dapat podium tiga di Damai Half Marathon 2025 kategori Master. Itu kebanggaan tersendiri,” ujarnya dengan mata berbinar.
Sebagai Ketua Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kantor SAR Mentawai tempat suaminya bertugas sebagai Kepala Kantor Lia mengaku bahwa olahraga juga menjadi sarana membangun pengaruh positif. Ia ingin menjadi contoh, bukan hanya bagi anak-anaknya, tapi juga anggota DWP yang ia pimpin.
“Kita ini ibu-ibu, tapi bukan berarti kita berhenti bergerak. Justru kesehatan adalah aset utama keluarga,” tuturnya. Bagi Lia, energi seorang ibu harus terawat agar bisa menopang peran ganda: sebagai pendamping suami dan penggerak keluarga.

Menariknya, Lia melihat bahwa tren lari kini makin digemari oleh para ibu rumah tangga. “Banyak teman-teman seumuran saya yang mulai sadar pentingnya olahraga. Dulu mungkin malas, sekarang jadi rutin,” kata dia. Semangatnya menular ke lingkungan sekitar, terutama di komunitas Dharma Wanita BASARNAS.
Lia mengakui, di usianya yang mendekati setengah abad, tubuh dan pikiran harus terus dijaga. “Tantangan mental dan fisik itu tidak ada kalau kita menjalaninya dengan ikhlas. Kalau niatnya tulus, olahraga itu bukan beban, justru jadi nikmat,” katanya.
Ia percaya bahwa perubahan besar bisa dimulai dari hal kecil: bangun pagi, pakai sepatu, lalu berlari. “Dikit-dikit, orang-orang di sekitar kita akan tertular semangat. Tanpa sadar, kita jadi support system buat mereka yang awalnya mager (malas gerak),” ujarnya.

Lia pun berharap kisahnya bisa memotivasi lebih banyak perempuan, terutama para istri ASN dan ibu rumah tangga. “Jangan tunggu sakit dulu baru olahraga. Mulai sekarang. Hidup sehat, makan sehat, pola pikir sehat Insya Allah jiwa pun ikut muda,” ucapnya penuh semangat.
“Umur boleh tua, tapi gaya hidup kita bisa tetap muda. Saya ingin buktikan, 47 bukan alasan untuk berhenti aktif. Justru di usia inilah kita bisa jadi inspirasi,” pungkasnya. Sebuah pesan kuat dari Kendari untuk perempuan Indonesia: tak ada kata terlambat untuk mulai berlari.