Magetan, TeropongJakarta.com – Emi Suyanti, yang lebih dikenal dengan nama pena Emi Suy, adalah sosok penyair yang tidak hanya unggul dalam karya sastra, tetapi juga aktif dalam berbagai gerakan kemanusiaan dan lingkungan. Lahir pada Februari 1979 di Magetan, Jawa Timur, Emi telah mengukir namanya sebagai salah satu penyair perempuan Indonesia yang karyanya menggugah banyak hati. Selain menjadi penulis, ia juga memiliki ketertarikan pada dunia fotografi dan olahraga, yang sering ia selipkan di antara aktivitasnya.

Dalam salah satu wawancara eksklusif, Emi menjelaskan bahwa menulis puisi adalah bentuk komunikasi personalnya dengan dunia. “Setiap kata dalam puisi saya mencerminkan apa yang saya lihat dan rasakan,” ungkapnya. Bagi Emi, puisi bukan sekadar kumpulan kata-kata, melainkan refleksi mendalam tentang kehidupan.

Tidak hanya melalui puisi, Emi juga memperlihatkan kepeduliannya terhadap masyarakat dengan mendirikan Komunitas Jejak Langkah. Komunitas ini berfokus pada literasi, seni, budaya, dan kegiatan kemanusiaan. “Saya percaya bahwa literasi dan seni adalah bagian penting dari kehidupan yang harus dikaitkan erat dengan kemanusiaan,” kata Emi. Melalui komunitas ini, ia berusaha menumbuhkan minat masyarakat pada dunia literasi sekaligus meningkatkan kesadaran sosial.

Sejak debut bukunya Tirakat Padam Api pada 2011, Emi telah menerbitkan berbagai karya yang berhasil mencuri perhatian. Trilogi Sunyi – terdiri dari Alarm Sunyi (2017), Ayat Sunyi (2018), dan Api Sunyi (2020) – dianggap sebagai salah satu karya yang mengandung refleksi mendalam tentang spiritualitas dan kehidupan. Trilogi ini menjadi tonggak dalam karier sastranya, mengukuhkan posisinya sebagai penyair berbakat.

Pada tahun 2022, Emi kembali mengejutkan pembaca dengan buku puisi terbarunya Ibu Menanak Nasi Hingga Matang Usia Kami. Buku yang terinspirasi dari kisah hidup ibunya ini menjadi salah satu buku yang paling dibicarakan di kalangan sastra. “Karya ini adalah penghormatan saya untuk ibu saya,” ungkapnya penuh emosi.

Tak berhenti di situ, tahun 2023 Emi merilis buku esai berjudul Interval yang menjadi refleksi pribadinya tentang sastra dan kehidupan. Buku ini menunjukkan bahwa kepiawaian Emi tidak hanya terbatas pada puisi, tetapi juga merambah ke ranah esai yang kaya akan pemikiran kritis. Di tahun yang sama, ia juga berkolaborasi dengan penyair Riri Satria dalam buku duet puisi Algoritma Kesunyian, yang menjelajahi konsep kesunyian dari sudut pandang yang unik.

Salah satu pencapaian Emi yang paling menarik perhatian adalah karyanya sebagai penulis libretto untuk opera I’m Not For Sale. Opera ini mengangkat kisah pejuang anti-perdagangan manusia, Aw Tjoei Lan, dengan musik oleh Ananda Sukarlan. “Menulis untuk opera adalah pengalaman yang sangat berbeda, karena saya harus memadukan puisi dengan emosi musik,” kata Emi mengenai pengalamannya tersebut.

Lebih dari 200 buku antologi, baik dalam bentuk puisi, cerpen, maupun esai, telah menampilkan karya-karya Emi. Ini menegaskan posisinya sebagai penyair yang karyanya selalu menyoroti isu-isu sosial dan budaya yang relevan. “Saya ingin puisi saya berbicara tentang dunia di luar sana, bukan hanya tentang perasaan pribadi,” ujar Emi.

Karya-karyanya juga telah dipublikasikan di berbagai media nasional dan internasional, seperti Porch Litmag. Ia merasa terhormat bahwa puisi-puisinya bisa menembus pasar internasional, membuktikan bahwa sastra Indonesia memiliki potensi besar di dunia internasional. “Ini adalah bukti bahwa puisi Indonesia mampu bersaing di kancah global,” tambahnya.

Selain menulis, Emi aktif di media sosial dan blog pribadinya, emisuy.id, di mana ia berbagi tentang sastra, seni, dan isu sosial. Blog tersebut telah menjadi wadah bagi para pecinta sastra yang ingin belajar lebih banyak tentang puisi dan kehidupan. “Saya berharap blog ini bisa menjadi ruang diskusi bagi semua orang yang mencintai sastra,” katanya.

Sebagai seorang penyair dan aktivis, Emi merasa bahwa peran seni, khususnya puisi, sangat penting untuk menyuarakan perubahan sosial. Baginya, puisi adalah media yang kuat untuk menggerakkan hati dan pikiran orang banyak. “Puisi bukan hanya tentang estetika, tetapi juga tentang memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan,” jelasnya.

Dengan berbagai prestasinya, Emi Suy kini dianggap sebagai salah satu penyair perempuan terkemuka di Indonesia. Karya-karyanya yang sarat makna dan inspirasional terus memberi pengaruh besar bagi pembaca dari berbagai latar belakang. Melalui puisi dan aktivismenya, Emi telah membuktikan bahwa sastra memiliki kekuatan untuk membentuk dunia yang lebih baik.